TEMPO.CO, Jakarta - Debat kandidat terakhir Pilkada DKI Jakarta telah berlangsung pada Rabu, 12 April 2017. Dua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan- Sandiaga Uno tengah bersiap untuk melangkah ke putaran kedua pemilihan yang akan digelar, Rabu, 19 April mendatang.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan pada debat yang bertemakan “Dari Masyarakat Untuk Jakarta” itu tidak ada lagi yang saling mempertontonkan serangan simbol fisik atau secara opensif menyerang karakter pribadi.
Baca: Sebut Debat Berjalan Baik, Anies: Jangan Lengah Kerja Keras
“Kita tahu debat sebelumnya terjadi polaritas saling menyerang dan membunuh karakter individu antarpaslon,” kata Pangi dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 14 April 2017. Pangi mengatakan, setiap calon memiliki keunggulan dan kelemahan.
Dari performa para calon di debat kemarin, Pangi menuturkan, dapat dinilai siapa yang paling banyak mengambil keuntungan dan manfaat dalam panggung debat, dilihat dari pertanyaan dan jawaban, frekuensi bertahan dari serangan kandidat lain, hingga kemampuan memanfaatkan momentum serangan balik.
Menurut Pangi, Anies tampak lihai dan mahir menguasai dan memanfaatkan panggung debat kemarin. Anies dinilai unggul dalam tema pendidikan, reklamasi, rumah DP nol persen, transparansi, dengan mencoba bermain peran sebagai pemimpin yang mampu berkomunikasi dan merangkul dengan baik. “Soal rumah susun cukup merepotkan Ahok-Djarot,” ujar Pangi.
Sedangkan Sandiaga memiliki kelemahan, yaitu tampak gagap menjawab pertanyaan Djarot terkait dengan penyusunan kebijakan umum anggaran. Namun, Sandiaga unggul dalam memaparkan persoalan UMKM dan menjelaskan implementasi program Oke Oce, mencakup lahan usaha, permodalan, hingga pemasaran.
“Sandi dalam debat sangat unggul dalam kapasitasnya memberikan solusi mengurai simpul masalah ekonomi,” kata Pangi. Sementara itu, Pangi menuturkan, Ahok unggul dengan penggunaan bahasa yang paling sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat awam, sehingga berhasil mempromosikan dan hampir tak ada yang tercecer ketika menjelaskan program dan pekerjaan yang sudah dilakukannya sebagai petahana.
“Ahok tampak lebih mudah mengurai simpul persoalan transportasi terintegrasi dan menguasai bagaimana mengadministrasi keadilan sosial,” kata Pangi. Yaitu dengan program untuk penghuni ruma susun, anak sekolah, strategi menekan harga kebutuhan pokok, dan kepedulian terhadap disabilitas dan lansia.
Baca juga: Lingkaran Survei Prediksi Anies-Sandi Menang karena 4 Faktor Ini
Namun, Pangi mengatakan, Ahok memiliki kelemahan yang fatal, yaitu dengan menggunakan kalimat menyerang dan terkesan meremehkan. “Dia sering memakai kata-kata ‘kadang saya bingung juga’, ‘jangan bohongi rakyat untuk pilkada’, ‘jangan terlalu banyak retorika’, ini untuk menyerang balik namun saya kira ini blunder dan kontra produktif,” kata Pangi.
GHOIDA RAHMAH