TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dipimpin Deny JA, merilis pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) masih berpeluang memenangkan pilkada putaran kedua.
Peluang itu ada meski sebagian besar pendukung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni akan memilih pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi). “Peluang Ahok-Djarot memenangi pilkada karena tingkat elektabilitasnya merangkak naik di atas 70 persen,” kata peneliti LSI, Adjie Alfaraby, saat konferensi pers di kantornya, Selasa, 7 Maret 2017.
Baca:Survei: Elektabilitas Anies-Sandi 46,3 Persen, Ahok-Djarot 39,7 Persen
Hasil survei LSI, pasangan Anies-Sandi meraih suara 49,7 persen atau unggul sekitar 9 persen dibanding pasangan Ahok-Djarot yang mendapat 40,5 persen. Data itu didapat dari survei yang digelar LSI Deny JA pada 27 Februari sampai 3 Maret lalu. Mereka mewawancarai 440 responden tersebar di seluruh Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Metode survei yang digunakan yakni multistage random sampling dengan tingkat margin error sebesar 4,8 persen. "Jika pilkada putaran kedua dilaksanakan saat survei berlangsung, maka pasangan Anies-Sandi akan menang," kata Adjie. Saat itu penyebabnya karena mobilisasi pemilih Agus-Sylvi lebih banyak mengalihkan dukungan ke Anies. Jumlahnya di atas 60 persen.
Namun, menurut Adjie, tidak menutup kemungkinan Ahok-Djarot bisa menyalip elektabilitas Anies. Berdasarkan data LSI, tingkat elektabilitas Ahok-Djarot mencapai 73,5 persen. “Dari pengalaman kami, jika pasangan inkumben memiliki tingkat kepuasan di atas 70 persen maka akan terpilih kembali,” ujar Adjie.
Adjie mencontohkan sejumlah tokoh yang menang telak karena mendapat tingkat kepuasan di atas 70 persen. Di antaranya, kata Adjie, adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Banyuwangi Azwar Anas. “Mereka menang sebagai calon inkumben, karena elektabilitas mereka melebihi 70 persen,” ucap Adjie.
Adjie membandingkan dengan penyebab kekalahan Fauzi Bowo alias Foke pada pilkasa DKI Jakarta 2012. Menurut Adjie, elektabilitas Foke saat itu hanya sekitar 50 persen. Namun, Adjie memperkirakan dalam pilkada 2017 ini, Ahok-Djarot belum tentu menang melawan Anies-Sandiaga.
Baca juga: Elektabilitas Ahok Merangkak Naik, Ini Penyebabnya
Adjie menyebut, elektabilitas bukan variabel utama. “Di Jakarta ada anomali melihat isu primordial, agama, dan figur Ahok,” kata Adjie. Isu yang dapat menyebabkan Ahok kalah, ujar Adjie, yakni soal penistaan agama.
Selanjutnya, Adjie menambahkan, ada 53,3 persen warga Jakarta menganggap Ahok menistakan agama. Tapi anggapan itu terus-menerus penurunan. Pada November tahun lalu, jumlah yang menganggap Ahok menistakan agama 65,7 persen. “Good news buat Ahok, mereka yang menilai Ahok menista agama terus berkurang,” ucap Adjie.
Adjie menyarankan Ahok menarik perhatian pemilih Muslim Jakarta, terutama dari Nahdlatul Ulama (NU). Peluang Ahok untuk menang makin besar jika jumlah orang Muslim yang menganggap Ahok tak menistakan agama semakin banyak.
"Kemudian faktor yang membuatnya berpeluang menang yakni jika ada banyak pemilih yang memilih gubernur karena kinerja,” kata Adjie. Ahok juga dinilai harus mampu menang jika menarik perhatian pendukung Agus-Sylvi. “Jika empat poin saran itu dilakukan Ahok, maka besar kemungkinan Ahok-Djarot akan mengalahkan pasangan Anies-Sandiaga,” kata Adjie .
AVIT HIDAYAT
Catatan
Artikel ini mengalami perbaikan pada pukul 21.40 WIB sehubungan dengan data survei yang belum disertakan dalam tuisan.