TEMPO.CO, Jakarta - Tingkat partisipasi pemilih di Pilkada DKI 2017 disebut mencapai rekor tertinggi. Jumlahnya mencapai 75 persen dari pemilih yang ada di Daftar Pemilih Tetap.
"Tingkat partisipasi di DKI tahun ini rekor, tertinggi dalam sejarah Pilkada DKI," kata pengamat politik dari Indo Barometer, Muhammad Qodari, dalam diskusi yang digelar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Kamis, 16 Februari 2017, di gedung Euro Management, Menteng, Jakarta.
Qodari mengatakan pada Pilkada 2007, tingkat partisipasi mencapai 66 persen, di Pilkada 2012 sebesar 65 persen, dan di Pilkada 2017 sebesar 75 persen. Menurut Qodari, tingkat partisipasi 75 persen ini sudah maksimal. "Tidak mungkin tingkat partisipasi di Jakarta mencapai 80 persen, atau 85 persen, apalagi 95 persen," kata Qodari.
Alasannya, dia menjelaskan, berdasarkan hasil survei beberapa lembaga survei yang melakukan riset berdasarkan DPT, mereka tidak berhasil menemukan responden yang namanya ada di DPT. Saat didatangi ke rumah, responden tidak ditemukan, dengan tiga alasan, yaitu sudah pindah, orangnya tidak dikenal, dan meninggal dunia.
Tiga jenis ini kalau ditotal jumlahnya 25 persen dari DPT dan dipastikan tidak akan mencoblos. "Karena itu saya ketawa membaca target KPUD tingkat partisipasi 77,5 persen," kata Qodari. Karena itu Qodari menyatakan partisipasi 75 persen adalah rekor dimana jumlahnya naik 10 persen dibanding Pilkada sebelumnya.
Untuk putaran kedua, Qodari mengatakan sudah tidak mungkin tingkat partisipasi meningkat. Selain itu, di putaran kedua, biasanya jumlah pemilih turun, karena ada calon yang gugur. Pendukung calon yang gugur biasanya memilih golput di putaran berikutnya.
Tapi mengingat hangatnya Pilkada DKI yang di putaran kedua mempertemukan pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, kata Qodari, ada kemungkinan tingkat partisipasi pemilih akan stabil. "Mudah-mudahan stabil, karena dalam demokrasi semakin tinggi partisipasi, legitimasinya semakin tinggi," kata Qodari.
AMIRULLAH SUHADA