TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan kegiatan berupa pengerahan massa pada masa tenang pemilihan kepala daerah 2017 dilarang. Masa tenang itu terhitung sejak 12 Februari 2017 hingga hari pencoblosan serentak pada 15 Februari.
Pelarangan itu, menurut Tjahjo, sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Pada saat minggu tenang tidak boleh ada kegiatan yang sifatnya pengerahan massa oleh siapa pun, khususnya pendukung pasangan calon," ujar Tjahjo saat dikonfirmasi wartawan, Selasa, 7 Februari 2017.
Pengerahan massa yang dia maksud adalah kegiatan di jalan-jalan protokol, termasuk kegiatan yang menjurus kampanye pasangan calon.
Baca:
Menjelang Pemungutan Suara Pilkada 2017, Awas Politik Uang
"Pemerintah meminta seluruh elemen masyarakat menjaga suasana kondusif pada minggu tenang. Itu saja harapan saya," tuturnya.
Pernyataan serupa diungkapkan Ketua KPU Jury Adiantoro seusai rapat terbatas mengenai keamanan pilkada di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Senin, 6 Februari 2017. "Ya, minggu tenang harus kita buat tenang, tidak ada gerakan apa pun yang membuat orang punya persepsi macam-macam terhadap pilkada," kata Jury.
Dia meminta semua pihak menghormati masa tenang yang berdurasi tiga hari tersebut. "Kalau ada orang yang memanfaatkan hari tenang untuk kampanye, maka itu bisa diancam dengan pidana kampanye," tutur Jury.
Simak pula:
JK: Demo Mahasiswa di Depan Rumah SBY Tidak Relevan
Kepolisian Daerah Metro Jaya pun sudah mendapat sinyal rencana unjuk rasa yang akan dilaksanakan berdekatan dengan hari pencoblosan. Kepala Polda Metro Inspektur Jenderal M. Iriawan bahkan sempat menyebut unjuk rasa itu terindikasi digelar pada 11, 12, dan 15 Februari 2017.
Dia mengimbau peserta unjuk rasa mematuhi peraturan yang berlaku. Kata Iriawan, polisi berhak membubarkan bila peserta unjuk rasa tidak mematuhi aturan.
YOHANES PASKALIS | FRISKI RIANA