TEMPO.CO, Jakarta - Ira Koesno menjadi moderator dalam debat Pilkada DKI Jakarta tahap pertama di Birawa Ballroom, Hotel Bidakara, Jakarta selatan pada Jumat, 13 Januari 2017. Saat itu, tiga pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni; Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat; dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, menjelaskan visi dan misi mereka terkait isu pembangunan sosial-ekonomi.
Sebelum memandu debat, Ira Koesno mempersiapkan diri dengan menguasai isu dan menyusun pertanyaan yang efektif. Menurut dia, Komisi Pemillihan Umum DKI Jakarta sebagai penyelenggara debat dan empat panelis, yakni sosiolog Imam B. Prasodjo; Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta Aceng Rahmat; pengamat perkotaan Yayat Supriatna; dan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, memberinya kebebasan untuk mengolah pertanyaan sesuai dengan tema tadi.
“Basis pertanyaan memang dari mereka, tapi saya mendapat keleluasaan untuk membentuk pertanyaan sendiri karena waktunya sempit sekali,” kata Ira Koesno kepada Tempo, Sabtu 14 Januari 2017.
Baca: Pesan Ira Koesno Buat Moderator Debat Pilkada DKI Kedua
Pertimbangan dalam menyusun daftar pertanyaan, menurut perempuan bernama lengkap Dwi Noviratri Koesno, itu meliputi sisi magnitude-nya dan aspek kepentingan publik. “Yang penting, pertanyaan tetap dalam koridor tema yang telah ditentukan.”
Setelah penguasaan konten, Ira Koesno fokus pada sisi teknis debat. Dia mesti mensiasati agar ritme debat berjalan lancar dan taat waktu.
“Waktunya panjang (2 jam), tapi sebenarnya tidak panjang sama sekali,” katanya. Sebab, menurut Ira Koesno, isu yang dibahas terlalu banyak. Dia memahami KPU Jakarta juga kesulitan menyempitkan isunya.
Jika temanya dipertajam, menurut dia, sisi positifnya adalah pembahasannya akan lebih detil. Namun sisi negatifnya, tidak semua orang merasa terlibat dengan isu tersebut sehingga mereka kemungkinan tidak tertarik menyaksikan debat.
Padahal, menurut dia, debat ini diadakan supaya masyarakat mengetahui sudut pandang para pasangan calon kepala daerah dan menjadi rujukan dalam memilih. “Ini bukan debat yang tujuannya membuat pasangan calon tergagap-gagap,” ujarya.
Pada prinsipnya, Ira Koesno mengatakan, moderator harus dapat menguasai jalannya debat sehingga pesan atau kontennya tersampaikan kepada masyarakat, dan alurnya menarik. Sebab itu, pada akhir debat Ira Koesno melontarkan pertanyaan pamungkas yang bersinggungan dengan politik, yakni, “jika menerima amanah menjadi Gubernur DKI, siapkah Anda tak tergiur tawaran atau bujukan maju menjadi capres atau cawapres 2019?”
Yang juga tak kalah penting adalah penguasaan penonton. Sebagai moderator, Ira Koesno berwenang mengeluarkan siapa saja yang dianggap mengganggu jalannya debat. Namun, menurut dia, pihak KPU Jakarta dan kru penyelenggara sudah memiliki persiapan yang matang. Contohnya, ada kesepakatan para pendukung mengikuti tata cara debat agar acara berjalan lancar. “Koordinasi dari semua pihak ini membuat tugas saya sebagai moderator agak lebih ringan,” ujarnya.
Kalaupun ada orang yang mengganggu jalan debat, Ira Koesno mengatakan, moderator tak harus langsung mengeluarkan orang tersebut dari ruangan. Pihak penyelenggara –baik KPU Jakarta maupun kru televisi, yang memperhatikan adanya gelagat orang yang mengganggu dapat menegur koordinator pendukung pasangan calon tertentu. Jika teguran ini tidak diindahkan, maka koordinator itu yang akan melakukan tindakan kepada pengganggu tadi.
RINI K
Baca: Jadi Moderator Debat, Ini yang Berkesan buat Ira Koesno