TEMPO.CO, Jakarta - Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta adalah yang terbesar di Tanah Air. Kenaikannya pun sangat signifikan tiap tahun.
Pada 2012, APBD DKI Jakarta dipatok Rp 41,3 triliun. Pada 2014, APBD DKI melonjak menjadi 72,9 triliun. Jumlah itu semakin bertambah pada 2015 menjadi Rp 73,08 triliun. Namun terakhir, 2016, jumlahnya menurun menjadi Rp 67,16 triliun.
Persoalannya, apakah APBD itu sudah dikelola dengan baik?
Anies Baswedan
Calon Gubernur DKI Jakarta bernomor urut tiga ini, dalam kampanye hari pertamanya, menyinggung pengelolaan APBD Jakarta yang selama ini masih berpredikat wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK.
"Apakah laporan keuangannya (Provinsi DKI Jakarta) benar? Kalau baik, dia seharusnya mendapat status WTP, wajar tanpa pengecualian," kata Anies, 28 Oktober 2016.
Faktanya:
Anies benar. Pemerintah DKI Jakarta memang harus bekerja ekstra-keras untuk mendapatkan predikat WTP. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama beberapa bulan lalu menyatakan baru tahun depan menargetkan mendapat WTP.
"Asetnya enggak tercatat, piutangnya enggak jelas, aturannya juga enggak jelas. Makanya kami perbaiki. Kami targetkan tahun depan WTP," kata Ahok, 1 Juni 2016.
Rilis dari BPK menyebutkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) keuangan Jakarta pernah dianggap baik sebelum Gubernur Joko Widodo. Seperti tercatat di situs Jakarta.go.id dan BPK, LHP Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2012 mendapatkan status WTP. Namun setelah itu, 2013-2015, kembali mendapatkan WDP.
Majalah Tempo pernah menuliskan salah satu yang menyebabkan perbedaan status sebelum era Jokowi antara lain perlakuan berbeda dalam pemeriksaan. Seorang pejabat BPK mengatakan, pada 2012 tim audit tak menemukan banyak persoalan signifikan karena sampel sengaja direkayasa jauh lebih sedikit. "Tahun 2014 sampling lebih banyak. Makanya hasil berbeda."
EVAN
Baca Referensi:
Ini Beda Audit BPK Zaman Foke dan Ahok
Ini Penyebab Ahok Menerima Dua Kali Rapor Merah dari BPK
Laporan Keuangan DKI Jakarta Berpredikat WDP, Ahok: Sudah dari Dulu