TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai target partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 sebesar 77,5 persen terlalu tinggi. Target tersebut diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Target itu mungkin hanya ukuran Kemendagri, tapi kurang memperhitungkan kondisi masyarakat saat ini," kata Jerry Massie, Kamis, 19 November 2020. Ia mempertanyakan pertimbangan dan indikator Kemendagri membuat target tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 yang bakal berlangsung di 270 daerah pada 9 Desember.
Jerry melihat pada Desember 2020 masih dalam situasi pandemi Covid-19 di mana banyak orang bekerja dari rumah. Menurut dia, kasus positif Covid-19 masih terus muncul.
Ia memperkirakan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 akan berbeda dengan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. "Saya melihat, animo masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya pada Pilkada 2020 akan menurun," katanya.
Pada Pilkada 2018, ia membandingkan, pemerintah membuat target tingkat partisipasi pemilih sebesar 75 persen dan realisasinya 73,24 persen. Sedangkan pada Pilkada 2017 realisasinya mencapai 74 persen.
"Itu artinya target 75 persen belum tercapai. Kalau saat ini targetnya dinaikkan menjadi 77,5 persen maka sangat sulit dicapai," kata Jerry.
Menurut dia, target tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 yang lebih rasional sekitar 60-70 persen. "Masyarakat saat ini lebih fokus pada masalah ekonomi dari pada politik," tuturnya.