TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto mengatakan pelaksanaan Pilkada 2020 akan ditebus dengan ongkos sosial-politik yang sangat besar. Dia menyatakan terdapat tiga risiko jika Pilkada serentak tetap akan dilaksanakan di tengah pandemi covid-19.
“Memaksakan melaksanakan Pilkada di 2020 tak hanya bertentangan dengan aspirasi publik. Namun juga akan menjadi skandal bagi demokrasi karena berpotensi berubah menjadi ritual “bunuh diri berjemaah” yang justru dipelopori oleh elit politik,” tutur dia dalam webinar pada Rabu, 16 September 2020.
Adapun risiko pertama terkait dengan kemungkinan puluhan juta nyawa yang terancam tertular covid-19. Kedua, risiko buruknya sosialisasi yang akan mengorbankan kualitas Pemilu dan demokrasi. Terakhir, risiko semakin tergerusnya kepercayaan masyarakat terhadap para pejabat politik.
“Jadi akumulasi korban yang meninggal dan tergerusnya kepercayaan yang mengikutinya akan menjadi catatan gelap bagi demokrasi kita yang tengah mengalami kemunduran hari ini,” ucap Wijayanto.
Pada saat ini, terang dia, setidaknya ada 60 bakal calon peserta Pilkada 2020 yang positif Covid-19. “Peluang terjadinya kerumunan (dalam pelaksanaan Pilkada) berpotensi menularkan Covid-19 bagi jutaan pemilih,” ujarnya.
MUHAMMAD BAQIR