TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandez membeberkan sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap menguatnya calon tunggal di Pilkada 2020. Salah satunya ialah basis partai di suatu daerah.
"Sebagian besar daerah yang diisi calon tunggal adalah basis kuat salah satu partai," kata Arya dalam webinar "Oligarki Parpol dan Fenomena Calon Tunggal", Rabu, 9 September 2020.
Menurut data sementara, ada 28 calon tunggal dari 270 daerah Pilkada 2020. Saat ini, Komisi Pemilihan Umum masih memperpanjang masa pendaftaran.
Arya mencontohkan beberapa daerah di antaranya ialah Kebumen, Wonosobo, Boyolali, Semarang, Grobogan, Badung, Ngawi, Kediri, dan lainnya. Daerah-daerah itu merupakan basis massa pendukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Menurut Arya, dari 28 daerah yang berpotensi diikuti calon tunggal itu, 12 di antaranya memiliki kaitan dengan PDIP. Sepuluh di antaranya maju sebagai calon kepala daerah. Dari sepuluh ini, delapan orang merupakan inkumben, satu memiliki kaitan dengan politik dinasti atau politik kekerabatan, dan satu orang merupakan anggota DPRD.
Kemudian dua orang lainnya maju sebagai calon wakil kepala daerah. Satu orang merupakan wakil bupati inkumben dan satu orang berlatar belakang pengusaha.
"Pengusaha ini juga punya hubungan kekerabatan dengan PDIP. Hampir setengah calon tunggal itu punya hubungan politik, mayoritas sebagai kader, mungkin semuanya kader PDIP."
Jumlah calon tunggal di pilkada kian meningkat dari waktu ke waktu. Pada Pilkada 2015, jumlah calon tunggal sebanyak 3 pasangan calon. Jumlahnya meningkat menjadi 9 pasangan calon pada Pilkada 2017, dan menjadi 16 paslon pada 2018, dan berpotensi menjadi 28 paslon pada tahun ini. Peningkatan jumlah calon tunggal ini dikaitkan dengan menguatnya oligarki politik dan bisnis serta mandeknya kaderisasi partai politik.