TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu menemukan terdapat 13 daerah yang memiliki selisih suara tipis (10 persen ke bawah) dari hasil rekapitulasi di tingkat Kabupaten/Kota dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, gugatan perkara Perselisihan Hasil Pilkada dapat diajukan jika selisih suara antarkandidat di kisaran 0,5 persen sampai 2 persen. Ambang batas selisih suara itu berbeda-beda antardaerah, tergantung pada jumlah penduduk dan total jumlah suara sah di masing-masing wilayah.
Baca: Pilkada 2018, Bawaslu Tangani 3.133 Laporan Pelanggaran
“Selisih paling tipis terjadi di Kota Tegal dengan selisih 316 suara (1 persen) dan Timor Tengah Selatan selisih 737 suara (1 persen),” ujar Ketua Bawaslu Abhan lewat keterangannya pada Jumat, 13 Juli 2018.
Selanjutnya, selisih suara paling tipis Kota Cirebon dengan selisih 1.985 suara (2 persen), Bolaang Mongondow Utara selisih 443 suara (2 persen) dan Sampang selisih 4.445 suara (2 persen). Kemudian Nagekeo selisih 989 suara (4 persen), Kota pare-pare selisih 1858 suara (5 persen), Bogor selisih 39335 suara (6 persen), Kota padang panjang selisih 853 suara (8 persen), Tabalong selisih 3577 suara (8 persen), Belitung selisih 2393 suara (8 persen), Kota madiun selisih 4113 suara (10 persen) dan Gunung mas selisih 2169 suara (10 persen).
Adapun jadwal pengajuan permohonan gugatan perselisihan hasil pilkada ke MK sudah dibuka sejak 4 Juli 2018. Masa pengajuan gugatan hasil Pilkada 2018 ditutup, 11 Juli 2018. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya memperkirakan terdapat delapan daerah yang berpotensi besar menjadi sengketa di MK karena selisih perolehan suara antarkandidat tipis, yakni daerah Maluku Utara, Kota Cirebon, Kota Tegal, Kabupaten Sampang, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Deiyai, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Baca: Bawaslu Sulsel Curiga Ada Penyelenggara Terlibat Manipulasi Suara
Perkara sengketa hasil Pikada Serentak 2018 yang masuk ke MK akan teregistrasi ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada 23 Juli 2018. Sedangkan persidangan perdana untuk perkara sengketa hasil Pilkada 2018 akan dimulai pada 26 Juli 2018. Berdasar peraturan perundang-undangan, MK sudah harus menyelesaikan perkara sengketa hasil Pilkada pada 26 September 2018.