Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 sudah berjalan cukup baik. "KPU, Bawaslu, dan jajaran penyelenggara relatif belajar dari persoalan pilkada serentak dua gelombang sebelumnya pada tahun 2015 dan 2017," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada Tempo, Ahad, 1 Juli 2018.
Titi mengatakan, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan jajaran penyelenggara kali ini bisa lebih mengantisipasi persoalan yang muncul di lapangan, seperti pelanggaran dan kecurangan yang terjadi.
Baca: Pilkada 2018, 10 Perempuan Kepala Daerah di Jawa Timur
Pemilih, kata Titi, juga terpapar informasi yang cukup baik terkait tahapan dan proses penyelenggaraan pilkada 2018, karena adanya kebijakan yang mendukung kondusifitas penyelenggaraan pilkada, seperti libur nasional dan pengaturan tata kelola data pemilih yang makin baik.
Menurut Titi, pendidikan pemilih oleh KPU, Bawaslu, dan para pemangku kepentingan relatif baik dan masif. Sehingga, mereka dinilai cukup bisa mengatasi hoax, fitnah, dan politisasi suku, ras, dan agama (SARA) yang banyak dikhawatirkan pasca-pilkada Jakarta 2017. "Negara mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal itu dengan cukup siap berdasarkan pembelajaran pilkada-pilkada 2017 sebelumnya," katanya.
Kendati begitu, penyelenggaran yang baik tak luput dari pekerjaan rumah. Titi mengatakan bahwa Kabupaten Nduga dan Paniai di Papua tidak bisa ikut pemungutan suara pada 27 Juni lalu. Hal ini menandakan bahwa daerah Papua masih memerlukan perhatian terkait keamanan dan integritas pemungutan, penghitungan, serta rekapitulasi suara.
Baca: Pilkada 2018 Susulan di Papua, Mabes Polri: Tunggu Kondusif
Kekhawatiran masalah keamanan dan netralitas penyelenggara pemilu ini juga terjadi di beberapa daerah lain. Perludem menemukan beberapa pelaksana pemilihan di lapangan menerapkan standar teknis pemungutan dan penghitungan suara yang tidak sejalan dengan Peraturan KPU.
Ia mencontohkan, undangan memilih atau C6 yang tidak didistribuskan kepada pemilih, pemilih yang terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) namun tidak mendapat undangan hanya dibolehkan mencoblos setelah jam 12, dan DPT yang tidak ditempel.
Bahkan, kata Titi, pemilih di lembaga pemasyarakatan, seperti di Surabaya, banyak yang tidak bisa menggunakan hak pilih karena akses yang ditutup bagi KPU untuk melakukan sinkronisasi dan akselerasi data dengan Dirjen PAS.
Titi juga menyayangkan masih adanya pemilih disabilitas mental yang berada di panti-panti tidak bisa menggunakan hak pilih, karena belum memiliki KTP Elektronik. Selain itu, masih terjadi praktik politik uang di pilkada kali ini. "Namun dalam catatan kami Bawaslu relatif siap untuk menindaklanjuti temuan maupun laporan soal ini," kata dia.
Perludem juga mendapati TPS yang mayoritas belum akses dan ramah pada penyandang disabilitas. TPS yang didesain berundak, gelap, sempit, dengan jalanan yang tidak rata, kotak suara yang ditempatkan sangat tinggi sehingga susah dijangkau pengguna kursi roda.
Baca: Pilkada 2018, Cerita Pemilih Tunanetra dari Bilik Suara
Ke depan, Titi menyarankan agar pada peningkatan kapasitas dan kemampuan teknis kepemiluan. Sehingga, ada standar yang sama dalam pelayanan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
KPU juga diimbau untuk memperkuat kinerja pemutakhiran data pemilih. Pasalnya, Perludem menerima laporan ada data yang masih ganda dan data yang sudah dimutakhirkan tapi tidak diakomodir dalam DPT oleh penyelenggara pemilu di lapangan.
Meski sudah selesai pemungutan dan penghitungan suara di TPS, menurut Titi, KPU dan Bawaslu masih punya PR untuk memastikan proses pemungutan dan penghitungan suara ulang di beberapa daerah yang masih berproses bisa dikawal dengan baik serta tidak terjadi kecuangan ataupun manipulasi. Sebab, salah satu titik paling rawan dalam pilkada adalah ketika pergerakan suara dari TPS ke tingkatan yang lebih tinggi secara berjenjang.
"Kerja baik KPU dan Bawaslu haruslah dijaga hingga sampai akhir proses pilkada, yaitu penetapan hasil pilkada dan calon terpilih," ujarnya.
FRISKI RIANA