TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyarankan kepada calon kepala daerah yang mau memberikan zakat dan sedekah pada bulan Ramadan disalurkan melalui lembaga resmi yang dikelola pemerintah. Alasannya, hal itu untuk menghindari dugaan praktik money politik.
Bawaslu juga menyarankan calon kepala daerah mewakilkan orang lain, jika akan memberikan zakat dan sedekah. "Allah juga lebih senang kalau memberi tidak perlu terlihat. Kalau harus tampil, itu ada maunya," kata anggota Bawaslu, Rahmat Bagja saat dihubungi, Jumat, 11 Mei 2018.
Baca: Pilkada 2018, Bawaslu Periksa Temuan Dana Kampanye di Luar Batas
Bagja mengatakan, jangan sampai niat baik kepala daerah yang mau beramal di bulan Ramadan justru terindikasi sebagai pelanggaran pemilu. Dia mencontohkan tindakan memasukkan amplop dalam kotak nasi berbuka puasa atau sahur bisa dianggap sebagai money politik. "Misal setiap amplop dimasukan Rp 100 ribu, diserahkan langsung kepada orang. Ini kan patut diawasi dan dicurigai," ujarnya.
Bahkan, santunan kepada anak yatim juga bisa ditengarai sebagai money politik. "Tapi, kalau sebelum menjadi calon kepala daerah memang sering menyumbang, tidak masalah, kalau baru pas mencalonkan rajin bersedekah, itu ada indikasi," ujarnya.
Baca: Puan Maharani: PDIP Targetkan Menang 50 Persen di Pilkada 2018
Bawaslu meminta masyarakat tidak menilai semua bantuan dari calon kepala daerah pada saat Ramadan berupa zakat, infaq dan sedekah, itu sebagai money politik. "Masyarakat mesti bisa menilai zakat dan money politik," kata Bagja.