TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bakal memeriksa temuan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengenai sumbangan dana kampanye calon kepala daerah yang melebihi ambang batas dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada 2018. "Akan kami tindaklanjuti," ujar anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, kepada Tempo di Jakarta, Kamis, 10 Mei 2018.
Afifuddin mengatakan, hari ini, lembaganya bakal mengumpulkan semua panitia pengawas pilkada serentak 2018. "Kami kumpulkan khusus untuk membahas laporan dana kampanye paslon (pasangan calon)," ucapnya.
Baca: Sepuluh Tahun Bawaslu, Ini Harapannya
Sebelumnya, JPPR menemukan adanya sumbangan dana kampanye pilkada yang melebihi ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Di pilkada Kota Sabulussalam, misalnya, seseorang diduga menyumbangkan dana kampanye ke pasangan Sertin-Deddy Anwar Bencin Rp 100 juta.
Hal tersebut juga terjadi di pilkada Kabupaten Bogor. Seorang penyumbang individu diduga menyumbangkan Rp 100 juta untuk pasangan calon Ade Yasin-Iwan Setiawan. Dugaan pelanggaran serupa terjadi juga di Kabupaten Batu Bara. Di sana, ada seseorang yang mendonorkan Rp 172 juta untuk kampanye pasangan Khairil Anwar dan Sofyan Alwi. Di Kabupaten Konawe, JPPR mencatat ada penyumbang perseorangan yang mendonasikan Rp 100 juta untuk pasangan Litanto-Murni Tombili.
Manajer Pemantauan JPPR Alwan Ola menilai sumbangan tersebut melebihi batas sumbangan dana kampanye. Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye mengatur nilai maksimal penyumbang perseorangan Rp 75 juta, sementara kelompok berbadan hukum mencapai batas maksimal Rp 750 juta.
Baca: Kinerja KPU Dinilai Menurun Ketimbang Periode Sebelumnya
Selain mengatur ambang batas sumbangan, kata Alwan, beleid tersebut juga mewajibkan pasangan calon menyampaikan laporan awal dana kampanye (LADK), laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK), dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). "Perolehan dana kampanye oleh pasangan calon wajib dikelola dan dipertanggungjawabkan berdasarkan prinsip legal, akuntabel, dan transparan," katanya.
JPPR, Alwan melanjutkan, menduga ada beberapa penyebab dugaan pelanggaran itu terjadi dalam pilkada 2018. "Yaitu lemahnya sosialisasi KPU terhadap peraturan yang ada dan lemahnya penindakan Bawaslu terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut," tuturnya.
CAESAR AKBAR