TEMPO.CO, Makassar - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan mengusulkan anggaran untuk pemilihan kepala daerah serentak 2018 sekitar Rp 456 miliar. Angka itu tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Sulawesi Selatan.
Namun, setelah dilakukan rasionalisasi bersama dengan Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, terjadi pengurangan Rp 22 miliar, sehingga menjadi Rp 434 miliar.
"KPU telah melakukan rasionalisasi, dengan memperhitungkan indeks biaya per pasangan calon dari enam pasang menjadi empat pasangan calon," kata juru bicara KPU Sulawesi Selatan, Asrar Marlang, kepada Tempo, Selasa, 17 April 2018.
Baca: GP Ansor Sulawesi Selatan Minta Kader Tak Golput di Pilkada 2018
Data yang diperoleh Tempo, setelah dilakukan rasionalisasi, anggaran berkurang Rp 22 miliar. Dengan uraian, bahan kampanye setelah rasionalisasi sekitar Rp 33,5 miliar; pengadaan, pendistribusian, perlengkapan pemungutan dan perhitungan suara Rp 33 miliar; alat peraga Rp 7,8 miliar; iklan di media massa Rp 1,6 miliar; pencalonan (pemeriksaan kesehatan) Rp 700 juta; dan laporan audit dana kampanye Rp 302 juta.
Namun jumlah dana khusus untuk iklan di media massa, ketika dihitung, berbeda dengan jumlah awal Rp 1,6 miliar. Dalam rincian anggaran untuk iklan media elektronik (23 radio selama 10 hari) Rp 575 juta; iklan media (lima televisi selama sebulan) Rp 1,5 miliar; dan iklan media cetak (10 koran selama 10 hari) Rp 1 miliar. Total keseluruhan yang disiapkan untuk sosialisasi/penyuluhan media cetak dan elektronik sekitar Rp 8 miliar.
Baca: Debat Pilgub Sulsel 2018: Janji Bangun Jalan hingga Rumah
Sementara itu, penjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Soni Sumarsono, menginginkan tidak ada rasionalisasi dalam penyelenggaraan pilkada 2018. Alasannya, bisa memicu risiko komplikasi penganggaran lantaran alokasi dana mengacu pada NPHD awal yang terbit tahun 2017.
"Jadi KPU tetap menggunakan dana sesuai NPHD sebesar Rp 456 miliar. Nanti seusai pilkada baru pertanggungjawabkan anggarannya," ucap Soni.
Jika ada dana pilkada tersisa, Soni mengatakan, bisa dikembalikan ke kas negara. Sebab, dia khawatir pemotongan dana akan menghambat kebutuhan yang penting dalam pilkada mendatang.