TEMPO.CO, Bandung - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengeluhkan soal pemberitaan pemilihan kepala daerah serentak 2018. Menurut dia, pemberitaan media lebih banyak mengenai calon presiden dan calon wakil presiden, ketimbang calon kepala daerah.
"Pilkada serentak ini memang jumlahnya 171 daerah, tapi aroma dan hawanya ini aroma dan hawa pileg dan pilpres. Bersaing di media. Seharusnya lebih banyak calon kepala daerah yang muncul, tapi lebih banyak siapa capres, siapa pendamping, soal cawapresnya," kata Tjahjo di sela pembekalan kepala daerah oleh KPK di Gedung Sate, Bandung, Selasa, 17 April 2018.
Baca: Tjahjo Kumolo Minta ASN Meniru Netralitas TNI-Polri di Pilkada
Padahal, kata Tjahjo, pilkada serentak 2018 yang digelar di 171 daerah saat ini mewakili 68,4 persen pemilih. "Jawa Barat khususnya tadi, secara elektoral dan politik, daerah lain mau menang, kalau di Jabar kalah, ya, dia akan kalah secara nasional. Memang Jabar terpadat pemilihnya, tapi Jabar ini khas. Kalau nasional mau menang, parpol di Jabar harus menang," katanya.
Menurut Tjahjo, peserta pilkada serentak 2018 jumlahnya menembus 565 orang calon. Terdiri atas 57 orang calon di pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 371 calon bupati dan wakil bupati, serta 137 calon wali kota dan wakil wali kota, yang tersebar di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. "Dari jumlah itu, 439 orang diusung parpol, dan 126 orang calon independen."
Dia mengatakan sementara ini sudah lima calon kepala daerah yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Dua calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi tersangka," ujarnya.
Baca: Tjahjo Kumolo: KPK Turun ke Daerah Supervisi Pencegahan Korupsi
Di forum itu, Tjahjo mewanti-wanti agar tidak ada lagi calon kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Menurut dia, kunci korupsi itu ada di perencanaan anggaran. Karena itu, dia meminta calon kepala daerah, dan yang sekarang sudah menjadi kepala daerah, berhati-hati dalam perencanaan anggaran.
Tjahjo Kumolo mengatakan pada pilkada serentak ini dia meminta semua pihak ikut mengampanyekan agar publik memilih pemimpin yang amanah, mampu melakukan percepatan pembangunan, serta mendorong kesejahteraan rakyat. "Galang opini ini. Mari kita lawan politik uang," katanya.