TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu, Rahmat Bagja, berpendapat, masalah perekaman kartu tanda penduduk atau e-KTP di Papua harus dibahas secara khusus oleh penyelenggara pemilu, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, dan Kementerian Dalam Negeri. “Hampir 70 persen penduduk Papua belum merekam e-KTP," kata Bagja saat ditemui Tempo di Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Jumat, 13 April 2018.
Salah satu sebab tingginya jumlah pemilih yang belum punya e-KTP adalah adanya kelompok masyarakat yang beranggapan bahwa merekam e-KTP bertentangan dengan keyakinan penduduk setempat. "Itu ada di Papua."
Baca:
900 Ribu Warga Jawa Barat Belum Rekam E-KTP
KPU Yakin Surat Keterangan Pengganti E-KTP...
Belum lagi masalah perekaman e-KTP di Papua juga terganjal kondisi geografis Papua yang menyulitkan operasional. Bagja mencontohkan, sempat ada kapal pembawa alat perekam e-KTP yang tenggelam lantaran kelebihan muatan dan diterjang ombak saat menuju salah satu daerah di Papua.
Bawaslu sedang merekapitulasi hasil perekaman e-KTP setelah lembaga pengawas pemilu itu membuka posko di 381 kabupaten/kota dan 17 provinsi sejak penetapan daftar pemilih sementara nasional, 24 Maret 2018.
Baca juga: Mendagri Tjahjo: 3 Masalah Pelayanan E-KTP...
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum mencatat, ada 6,7 juta dari 152,9 juta pemilih yang masuk daftar pemilih sementara (DPS) tapi belum melakukan perekaman e-KTP. Padahal e-KTP adalah prasyarat untuk memilih.
Setelah ada upaya pemerintah, ujar Bagja, jumlah pemilih yang belum merekam data untuk e-KTP berkurang. Namun dia belum bisa menyebut jumlah terkini. "Berkurangnya tidak signifikan sih."