TEMPO.CO, Bandung - Kasus minuman keras atau miras oplosan di Jawa Barat telah memakan korban puluhan orang. Hal ini juga menjadi perhatian empat pasang kontestan yang bertarung di pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018.
Kejadian ini menjadi kasus luar biasa. Pasalnya, korban meninggal akibat minuman haram tersebut mencapai 45 orang dalam beberapa hari terakhir di tiga daerah berbeda, yakni Cicalengka, Kabupaten Bandung; Kota Bandung; dan Kabupaten Sukabumi.
Dalam acara silaturahmi komitmen damai serta kondusivitas antara Kepolisian Daerah Jawa Barat bersama dengan semua kontestan pilgub pada Selasa, 10 April 2018, mereka menyampaikan keprihatinan atas kejadian tersebut.
Pasangan nomor urut satu, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, menyebutkan keamanan dan kondusivitas daerah menjadi salah satu program prioritas yang sudah mereka rancang.
Ridwan Kamil mengatakan, untuk memutus rantai peredaran miras, terutama yang dioplos, dapat dilakukan dengan keterlibatan masyarakat secara penuh.
Baca juga: Polda Jawa Barat Ungkap Pabrik Miras Oplosan di Dalam Bunker
Keterlibatan masyarakat itu dapat berupa optimalisasi kegiatan Karang Taruna. Dengan banyaknya kegiatan positif di masyarakat dan melibatkan pemuda, ia yakin aktivitas negatif akan terlupakan.
"Kita ada program Karang Taruna. Kuncinya kita akan memberikan anggaran agar anak muda sibuk. Kalau sibuk yang positif, tidak akan terjadi hal-hal negatif, (seperti) mabuk, minum enggak jelas, karena kurang bimbingan dan kurang kegiatan," katanya.
Menurut Ridwan Kamil, penutupan distribusi bukan satu-satunya jalan. Menyibukkan anak muda dengan hal positif juga akan bisa mencegah korban miras oplosan.
Adapun pasangan TB Hassanudin-Anton Charliyan memilih langsung memutus rantai distribusi miras oplosan melalui razia serta melakukan pembenahan psikologi warga.
Anton, yang merupakan mantan Kapolda Jawa Barat, memiliki konsep bahwa pemerintah bersama dengan aparat kepolisian harus berkolaborasi melakukan razia minuman keras secara berkelanjutan.
"Harus diadakan penertiban secara kontinu terhadap peredaran miras ini. Karena ada yang dicampur obat nyamuk, ini tidak masuk akal. Perizinan harus ketat, pengawasan harus ketat," katanya.
Hal lain yang bisa dilakukan, kata Anton, adalah membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Menurut dia, masyarakat yang menenggak miras bisa jadi akibat kurangnya aktivitas, sehingga lari ke kegiatan yang negatif. "Kalau sibuk, insya Allah mungkin tidak akan ada waktu luang untuk minum."
Soal miras oplosan, menurut calon gubernur nomor urut 3, Sudrajat, harus menjadi perhatian seluruh masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam pengawasan minuman oplosan tersebut. Terlebih peredaran dan penjualan miras oplosan hanya bisa diketahui oleh masyarakat di daerah sekitarnya.
Di sisi lain, pemerintah dengan otoritasnya dapat mengatur peredaran melalui regulasi yang ketat.
Baca juga: Polri Tengah Menimbang Pasal Pembunuhan di Kasus Miras Oplosan
"Itu masalah penegakan hukum dan etika masyarakat. Kita perlu pengawasan pembimbingan anak-anak kita untuk menjauhi miras. Kedua, aturan daerah harus membatasi peredaran miras. Saya akan batasi sesuai dengan Perda dan UU (undang-undang)," katanya.
Senada dengan Sudrajat, cagub nomor urut empat, Deddy Mizwar, juga menyoroti regulasi peredaran miras yang harus dikaji kembali, terutama di daerah-daerah. Menurut dia, regulasi mengenai peredaran miras harus dilakukan setiap daerah.
"Miras ada Perda, tapi enggak semua daerah ada Perda-nya, meskipun di pusat tidak dilarang, daerah bisa melarang," tuturnya.
Tak hanya itu, penguatan pendidikan agama juga dirasa penting untuk mengubah mental pemuda, sehingga tak ada lagi yang menenggak miras oplosan. "Lembaga pendidikan berbasis agama sangat penting, pesantren penting," kata Deddy.