TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum menyatakan sejauh ini belum ada rencana untuk merevisi peraturan KPU soal pencalonan dalam pilkada 2018, terutama berkaitan dengan penggantian calon kepala daerah.
"Penggantian calon hanya bisa dilakukan jika ada tiga hal. Pertama, sebelum penetapan sakit, kedua berhalangan tetap dan ketiga meninggal dunia," kata Komisioner KPU Viryan di kantor KPU, Jakarta Pusat, Rabu, 28 Maret 2018.
Penggantian calon kepala daerah mengemuka setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan sejumlah calon peserta pilkada sebagai tersangka. Usulan untuk merevisi peraturan KPU tentang penggantian calon pun menguat agar tidak ada calon kepala daerah yang berstatus tersangka. Usulan diantaranya datang dari Kementerian Dalam Negeri dan KPK.
Baca: Diskualifikasi Peserta Pilkada 2018 Diusulkan dengan Revisi PKPU
KPU, kata Viryan, tidak akan membahas soal penggantian calon kepala daerah yang telah menjadi tersangka korupsi. Aturan untuk masalah tersebut, kata dia, diserahkan seluruhnya kepada pemerintah. "Kalau dianggap ada kegentingan, silakan pemerintah mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu," ujarnya.
Calon kepala daerah bisa diganti jika sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Adapun batas waktunya sampai dengan 30 hari sebelum pemungutan suara. "Tapi kalau belum ( ada putusan pengadilan), silakan berkampanye," kata Viryan.
Baca: KPU Menggodok Mekanisme Cuti untuk Inkumben di Pilpres 2019
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, calon kepala daerah tidak bisa diganti meski telah berstatus tersangka.
Sejauh ini, kata Viryan, baru ada satu kasus penggantian calon kepala daerah, yaitu di Kalimantan Timur. Penggantian dilakukan karena calon yang bersangkutan meninggal dunia. Calon yang dimaksud adalah calon wakil gubernur Kalimantan Timur, yaitu Nursyirwan Ismail.
Sementara itu, menurut Viryan, usulan Kemendagri untuk merevisi PKPU pencalonan pilkada juga mesti melihat dasar pembuatannya. Ia mengatakan revisi PKPU akan sangat riskan karena beresiko menimbulkan gugatan lainnya. "Namun, pada prinsipnya kami taat hukum jika pemerintah mau membuat Perppu," ujarnya.