TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu mendorong adanya lembaga pemantau yang aktif melakukan pemantauan pada hari pemilihan. Bawaslu berharap lembaga pemantau independen ikut mengawasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan pasangan calon tunggal.
“Di daerah, Pilkada dilaksanakan dengan calon tunggal. Satu-satunya yang memiliki legal standing untuk mengajukan sengketa adalah lembaga pemantau Pemilu,” kata Ketua Bawaslu Abhan di gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.
Baca: Ini 10 Calon Tunggal di Pilkada 2018
Ia mengatakan, untuk Pilkada, lembaga pemantau mesti mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. Saat ini, ada 13 daerah yang sudah pasti menggelar pilkada dengan calon tunggal, yaitu Padang Lawas Utara, Prabumulih, Pasuruan, Lebak, Tangerang, Kota Tangerang, Tapin, Minahasa Tenggara, Enrekang, Mamasa, Jayawijaya, Deli Serdang, dan Mamberamo Tengah. Abhan berharap minimal ada satu lembaga pemantau di daerah-daerah tersebut yang bisa memantau secara resmi.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan akan berupaya menjawab tantangan Bawaslu itu. Namun, menurut dia, ada permasalahan dalam hal pengamanan untuk para pemantau karena akan berhadapan langsung dengan kandidat. “Sekarang pengamanannya enggak jelas, anggaran enggak jelas, tapi kami akan mencoba semaksimal mungkin,” ujarnya.
Selain itu, Bawaslu mendorong komponen masyarakat ataupun lembaga yang berfokus terhadap pemilihan umum untuk mendaftar sebagai lembaga pemantau Pemilu 2019. Ketua Bawaslu Abhan mengatakan saat ini Bawaslu satu-satunya lembaga resmi yang mengawasi pemilu. “Kami menyadari bahwa obyek pengawasan kami sangat luas, namun sumber daya manusia sangat terbatas,” ucap Abhan.
Baca: Posko Pengaduan E-KTP Bawaslu Masih Sepi Aduan
Atas dasar itu, Abhan menuturkan akan mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu. Berbeda dengan saat pilkada, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tentang Pemilu, lembaga pemantau Pemilu 2019 mesti didaftarkan dan diverifikasi di Bawaslu.
Abhan mengatakan, makin baik pemantau pemilu, makin baik pula kualitas pemilu. Apalagi dengan banyaknya ruang yang diberikan Undang-Undang Pemilu kepada Bawaslu untuk melaksanakan fungsi peradilan atau ajudikasi. “Masyarakat atau lembaga memiliki kesempatan yang luas untuk menjadi pemantau pemilu,” tuturnya.
Saat ini, baru satu lembaga yang mendaftar sebagai Lembaga Pemantau Pemilu 2019, yakni JPPR. “Kami mencoba mendaftarkan diri agar teregistrasi,” ucap Sunanto. Ia berharap, dengan terdaftar sebagai lembaga pemantau resmi Pemilu 2019, hak masyarakat sipil sebagai pemantau bisa benar-benar diterapkan dan dilindungi. "Termasuk bagaimana kita bisa dapat banyak data dan bekerja sama dengan penyelenggara untuk meningkatkan kualitas pemilu,” tuturnya.