TEMPO.CO, Jakarta - Posko yang dibentuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membantu calon pemilih yang belum melakukan perekaman Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) masih sepi aduan. E-KTP adalah salah satu syarat untuk berpartisipasi dalam Pilkada 2018.
"Dari posko saya kira enggak ada kendala, cuma memang tingkat untuk pelaporan sudah ada, tapi belum banyak," ujar Ketua Bawaslu Abhan di gedung Bawaslu, Selasa, 27 Maret 2018. Kendati demikian, dia belum bisa menyebutkan angka aduan yang masuk.
Baca juga: 6,7 Juta Pemilih Belum Punya E-KTP, Bawaslu Buka Posko Aduan
Posko yang tersebar di 381 kabupaten/kota dan 17 provinsi itu beroperasi sejak penetapan Daftar Pemilih Sementara Nasional, 24 Maret 2018. Abhan mengatakan posko yang berlokasi di kantor-kantor Panitia Pengawas itu akan dibuka terus hingga menjelang penetapan Daftar Pemilih Tetap pertengahan April mendatang.
Pembuatan posko tersebut juga bersinergi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Alasannya, karena melakukan perekaman menjadi kewenangan Disdukcapil.
Komisi Pemilihan Umum mencatat ada 6,7 juta dari 152,9 juta pemilih yang masuk Daftar Pemilih Sementara (DPS), namun belum melakukan perekaman e-KTP, sedangkan e-KTP menjadi persyarat untuk memilih. Bawaslu juga berkoordinasi dengan penyelenggara pemilu terkait hal ini.
Melihat jumlah pengadu yang belum banyak, Abhan mendorong masyarakat untuk melakukan pengaduan. "Sambil pengawas kami aktif juga untuk mengidentifikasi kira-kira sudah jelas sekian jumlah yang tidak memiliki e-KTP," kata dia.
Baca juga: Bawaslu: Ada Dana Rp 14 Miliar di Luar Rekening Pilkada 2018
Menurut Abhan, daerah yang agak lambat soal perekaman e-KTP ini adalah di kawasan Indonesia timur. Selain karena masalah geografis, kendala yang terjadi di Indonesia Timur adalah lantaran kultur setempat. "Karena tidak bisa melakukan rekam (e-KTP)," ujarnya. "Maka saya kira ini tanggung jawab bersama antar penyelenggara dengan jajaran Dukcapil untuk aktif mendorong rekam e-KTP".
Abhan menilai validitas DPT Pilkada mempunyai arti penting untuk DPT Pemilu nasional. Sebab, DPT Pilkada ini nantinya akan menjadi bahan untuk membentuk DPS Pemilu.
"Mengapa kami sampai ada posko, itu agar betul-betul memvalidkan data DPS yang akan menjadi DPT ini," kata dia. Apalagi, jumlah DPT Pilkada 2018 ini bisa mencapai sekitar 81 persen dari DPT nasional. "Pada prinsipnya, kami harus melindungi hak warga sebagai pemilih."