TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum Pusat meminta KPU Jawa Barat untuk menelusuri penolakan Pesantren Al Zaytun, Indramayu, terhadap petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). Bila benar ada pihak yang menghalangi pencocokan dan penelitian (coklit), maka hal tersebut termasuk pelanggaran berat.
"Saya kira KPU divisi data sudah mendengar. Dan meminta KPU Jabar menelusuri lagi," kata anggota KPU Pusat Pramono Ebeid Tanthowi di kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin, 19 Maret 2019.
Baca juga: KPU Jawa Barat Tak Bisa Mengakses Pesantren Al Zaytun Indramayu
Ia menuturkan KPU Jabar telah diminta untuk melakukan komunikasi dengan intensif terkait masalah ini. Menurut dia, semua warga negara yang memenuhi syarat wajib dimasukan ke daftar pemilih.
Jika ada pihak yang menghalangi, orang tersebut bisa dikenai sanksi yang berat. "Kami lihat ini masalah komunikasi yang tidak baik atau sengaja menghangi agar pemilih tidak menggunakan haknya," kata dia.
Menurut Pramono, sejauh ini tidak ada masalah dalam coklit yang dilakukan petugas. Namun, jika ditemukan ada pelanggaran dalam coklit di Al Zaytun, maka skalanya besar. Sebabnya, pesantren tersebut mempunyai santri yang cukup besar.
"Kami akan melihat besarnya. Dan akan meminta KPU Jabar menelusuri lagi. Bagaimana komunikasinya," ujarnya. "Sekarang masih ditelusuri lebih mendalam," kata dia.
Baca juga: DPS Pilkada Jawa Barat 2018 Mencapai 31,7 Juta Pemilih
Ketua KPU Jawa Barat Yayat Hidayat mengatakan PPDP tidak diizinkan untuk mengakses langsung masyarakat yang berada di kawasan pesantren Al Zaytun itu. "Pihak pesantren itu yang mendata sendiri dan melapor ke petugas PPDP," ujar Yayat saat dihubungi Tempo, Sabtu, 17 Maret 2018.
Yayat mengatakan hampir setiap dilaksanakan pemilu, pesantren yang dipimpin oleh Panji Gumilang itu selalu bermasalah untuk urusan coklit yang dilakukan KPU. Hal ini dianggap merusak citra Al Zaytun yang seolah menghalang-halangi proses pesta demokrasi di Tanah Air.
IMAM HAMDI | AMINUDIN