TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan sengketa Pilkada 2018. Kerja sama itu dilakukan untuk menghindari terjadinya kasus suap selama penanganan sengketa pilkada.
"Sejak awal waktu kami menangani pilkada serentak, kami sudah meminta KPK mendampingi supaya jangan ada kasus suap yang terjadi di tubuh MK," kata Arief di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 12 Maret 2018.
Baca juga: ICW Kritik KPK soal Indikasi Korupsi Calon Kepala Daerah
Arief menuturkan, sejauh ini sudah dua kali KPK memberikan pendidikan dan pelatihan soal integritas bagi pegawai MK. Pendidikan itu, kata dia, diterima para hakim hingga pejabat eselon empat di MK.
Dia berharap lewat penataran oleh KPK, kasus suap yang menjerat hakim MK tidak akan terjadi lagi. "Saya mohon dukungannya supaya pilkada bisa kami selesaikan sebaik-baiknya," kata dia.
Kasus korupsi penanganan sengketa pilkada pernah menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar. Akil diciduk KPK dari rumahnya saat tengah menerima duit suap sebesar Sin$ 294.050, US$ 22.000 dari mantan anggota DPR Chairunissa pada Oktober 2013. Duit tersebut diketahui untuk memenangkan Bupati Hambit Bintih dalam sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Baca juga: PPATK Temukan 1.066 Transaksi Mencurigakan Terkait Pilkada 2018
Di persidangan, Akil terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan belasan sengketa pilkada, serta tindak pidana pencucian uang. Beberapa sengketa pilkada tersebut antara lain pilkada Empat Lawang, pilkada Kota Palembang, pilkada Kepulauan Morotai, pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, dan pilkada Lebak Banten.
Atas perkara tersebut, pada 30 Juni 2014, majelis hakim kemudian memvonis Akil dengan penjara seumur hidup.