TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Arsul Sani, mengkritik pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo ihwal indikasi korupsi sejumlah calon kepala daerah. Menurut dia, pernyataan Agus Rahardjo tersebut terlalu berandai-andai.
"Penegakan hukum itu tidak boleh menggunakan future tense, pakainya present tense. Hari ini ada dua alat bukti, umumkan siapa saja," kata Arsul, yang juga politikus Partai Persatuan Pembangunan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Maret 2018.
Baca juga: Partai Juara Korupsi Menurut Politikus Partai Demokrat
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Nasional Badan Reserse Kriminal, Agus Rahardjo menyebutkan terdapat calon kepala daerah yang 90 persen berpotensi menjadi tersangka. Dia mengatakan masih membahas penetapan tersangka tersebut.
Arsul menuturkan pernyataan Agus hanya membuka wacana ihwal keterlibatan calon kepala daerah yang terindikasi korupsi. Menurut dia, KPK tidak perlu membuka wacana dan bisa langsung menetapkan tersangka jika sudah ditemukan dua alat bukti yang cukup. "Paling banter, mereka bilang bahwa calon kepala daerah ini sedang dalam penyelidikan oleh KPK," katanya.
Jika situasi ini berlangsung, Arsul berpendapat, KPK secara tidak sadar melakukan politisasi proses hukum. "Motifnya menurut saya ketidakmatangan saja dalam proses penegakan hukum," kata Arsul.
Baca juga: Peneliti PSHK: Pengembalian Uang Korupsi Tak Menghapus Perkara
Ia pun menyarankan KPK memberi masukan secara tertutup terhadap partai ihwal temuan indikasi korupsi calon kepala daerah tersebut. Menurut Arsul, dengan begitu, KPK bisa melakukan penindakan tanpa harus membocorkan informasi keterlibatan. "Tapi jangan membuat gaduh," katanya.