TEMPO.CO, Yogyakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai 2018 sebagai tahun rawan korupsi, terutama terkait penyalahgunaan jabatan kekuasaan di Pilkada 2018. Itu terbukti dengan salah satu kasus suap pilkada di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
"Di tahun politik ini, penyelenggara pemilu jangan manfaatkan kekuasaannya," ujar Wakil KPK Laode Muhammad Syarif di Yogyakarta, Rabu, 28 Februari 2018.
Baca juga: Suap Pilkada Garut, Polisi Dalami Dugaan Keterlibatan Paslon Lain
Laode mengatakan kasus di Garut menjadi pelajaran nyata bagaimana tim sukses calon kepala daerah menggunakan kemampuan finansialnya untuk menyuap penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu. Tujuannya agar pasangan calon yang didukungnya bisa meraih kekuasaan sebagai kepala daerah.
"Kami mewanti-wanti benar itu di tahun politik ini, karena KPK dan Polri akan kerja keras mengawasi," ujarnya.
Laode berharap para calon kepala daerah yang bertarung maupun para penyelenggara pemilu benar-benar berkomitmen melaksanakan pilkada serentak dengan bersih dari unsur korupsi. "Kalau pemilunya bersih, pemimpin yang dihasilkan juga akan baik," kata Laode.
Baca juga: Panwas Tulungagung Belum Temukan Bukti Margiono Bagi Uang
Kasus suap pilkada Garut menyeret jajaran petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Garut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Garut, serta seorang tim sukses salah satu calon. Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut.
Ketiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut yakni Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah Garut Ade Sudrajat dan Ketua Badan Pengawas Pemilu Heri Hasan Basri sebagai penerima suap. Sementara tersangka lainnya yakni Didin Wahyudin sebagai pihak pemberi suap.