TEMPO.CO, Jakarta - Pilkada 2018 diikuti oleh 8,85 persen calon kepala daerah perempuan. Meski mengalami peningkatan dibanding pilkada 2017, namun kenaikan ini dianggap tak signifikan.
"Afirmasi keterwakilan perempuan meningkat, meski tak signifikan," ujar peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Maharddhika di kantor Komisi Pemilihan Umum, Rabu, 21 Februari 2018.
Baca juga: Kuasa Hukum: Persyaratan Pilkada 2018 JR Saragih Tak Bermasalah
Dalam pilkada 2017, ada 48 perempuan dari 670 pendaftar bakal calon kepala daerah (7,16 persen). Angka tersebut naik di pilkada 2018 yakni 101 perempuan dari 1.140 pendaftar bakal calon kepala daerah (8,85 persen).
Dari jumlah itu, sebanyak 92 calon diantaranya memenuhi syarat, 6 calon tidak memenuhi syarat, serta 3 calon belum ditetapkan. Mereka mendaftar di 78 atau 45,61 persen daerah yang menggelar pilkada 2018 dan tersebar di tujuh provinsi, 26 kota, dan 45 kabupaten.
Tercatat 49 perempuan mendaftar menjadi calon kepala daerah, yaitu 8,60 persen. Dua orang perempuan diantaranya mendaftar calon gubernur, yaitu Khofifah lndar Parawansa di Jawa Timur, dan Karolin Margret Natasa di Kalimantan Barat. Sebanyak 31 orang mendaftar calon bupati, dan 16 orang mendaftar sebagai calon wali kota.
Baca juga: Sulawesi Tenggara Peringkat Kelima Indeks Kerawanan Pilkada
Menurut Maharddhika, angka itu tidak signifikan dibandingkan jumlah calon kepala daerah laki-laki yang mencapai 1.039 orang di pilkada 2018. Maharddhika menuturkan, calon kepala daerah perempuan juga masih bergantung pada jaringan kekerabatan, anggota parlemen, dan juga inkumben.
"Hal itu menjadikan kenaikannya tidak signifikan. Ini menunjukkan bahwa partai masih saja pragmatis dan berorientasi pada aspek elektabilitas dan kekuatan modal," tutur Maharddhika.