TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Divisi Investigasi Indonesia Corrupption Watch (ICW) Wana Alamsyah menduga, kasus korupsi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang banyak terjadi di daerah berkaitan dengan kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018.
Salah satunya adalah kasus Wali Kota Mojokerto Masud Yunus yang diduga menerima suap untuk mengalihkan anggaran dari hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi program penataan lingkungan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Mojokerto tahun 2017.
Baca juga: KPU: Calon di Pilkada yang Terkena OTT Tetap Boleh Kampanye
"Selain itu, objek korupsi terkait perizinan pun menjadi terbanyak kedua setelah penyalahgunaan APBD, yaitu enam kasus," kata Wana seperti tertulis dalam keterangan yang diterima Tempo, Selasa, 20 Februari 2018.
Wana mencontohkan, kasus perizinan yang menjerat Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, Rita menerima suap pemberian izin perkebunan kelapa sawit.
Wana memaparkan, modus korupsi terbanyak pada 2017 adalah penyalahgunaan anggaran yang mencapai 154 kasus dengan kerugian negara Rp 1,2 triliun.
Sepanjang 2017, ICW menemukan terdapat 222 kasus korupsi terjadi di lingkup pemerintah kabupaten yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,17 triliun. Setelahnya, pemerintah desa menempati posisi kedua dengan kasus korupsi terbanyak, yakni 106 kasus dengan total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 33,6 miliar.
Di posisi ketiga ada di level pemerintah kota dengan jumlah 45 kasus. Menurut Wana, kerugiannya mencapai Rp 159 miliar.
Sebanyak 576 kasus tindak pidana korupsi terjadi pada 2017. Menurut Wana, angka ini bertambah dibandingkan pada 2016 dengan total 482 kasus.
Baca juga: Masyarakat Diminta Memilih Calon Berkualitas di Pilkada Sumbar
Adapun kerugian negara juga meningkat signifikan. Wana mengatakan, kerugian negara naik dari Rp 1,5 triliun pada 2016 menjadi Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar pada 2017.
Penyebabnya, kata Wana, karena ada pengusutan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP dengan jumlah kerugian negara yang besar, yaitu sekitar Rp 2,3 triliun.