TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 185 aktivis dari berbagai latar belakang menyampaikan seruan moral kebhinekaan. Seruan itu disampaikan menghadapi pelaksanaan pilkada 2018.
"Alasan seruan ini karena semakin menguatnya fundamentalisme agama yang dapat mengganggu kebhinekaan, khususnya menghadapi pilkada 2018 dan pemilu 2019," kata Ketua Setara Institute Hendardi di Hotel Atlet Century, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Februari 2018.
Baca juga: Wiranto: Kebanggaan Bangsa di Pilkada 2018 Ini Dipertaruhkan
Seruan kebhinekaan ini diinisiasi Setara Institute dan diikuti aktivis dari sejumlah organisasi. Hendardi mengatakan pihaknya mengajak para tokoh, akademisi, dan aktivitis untuk membuat seruan terutama untuk pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat.
Hendardi mengatakan seruan untuk pemerintah dan penegak hukum yakni agar melakukan tindakan tegas terhadap berbagai tindakan yang kompatibel seperti penyebaran hoax. Sementara untuk masyarakat adalah seruan agar kembali kepada kebhinekaan, bukan pada satu kepentingan politik identitas tertentu.
Koordinator Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Totok Yulianto mengatakan politik identitas dalam pilkada dan pemilu sangat berbahaya bagi demokrasi. "Dampaknya yaitu masyarakat akan lupa terkait visi, misi dan program calon, mereka akan lebih memilih berdasarkan sosok apakah sama dengan identitasnya," ujar Totok.
Baca juga: KPU: Calon di Pilkada yang Terkena OTT Tetap Boleh Kampanye
Selain itu, Totok mengatakan politik identitas akan memecah kebhinekaan dan dikhawatirkan jika calon yang nantinya terpilih melalui politik identitas akan menyerang identitas lain.
Totok sendiri mengatakan politik identitas itu telah lama terbangun di Indonesia. Namun, hal tersebut pecah pada pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. "Dan itu akan terus dipermanenkan," katanya.