TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja memaparkan alasan mengapa lembaganya memggandeng sejumlah pemuka agama untuk menyusun materi khotbah menjelang masa kampanye Pilkada Serentak 2018.
Menurut Rahmat Bagja, semata untuk mencegah politisasi isu SARA dan politik uang.
Walau tak menyebutkan secara khusus, namun Rahmat Bagja tak menampik itu dilakukan sebagai pembelajaran di Pilkada DKI Jakarta 2017. Dalam Pilkada yang dimenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno itu, politisasi agama dan isu SARA memang tinggi.
Baca juga: Bawaslu: 8 Provinsi Rawan Politik Identitas Saat Pilkada 2018
"Bukan hanya belajar di Pilkada DKI tapi juga di daerah lainnya. Tapi di Pilkada DKI tensinya naik gara-gara itu," kata Rahmad Bagja di D'Hotel, Jalan Sultan Agung, Guntur, Jakarta Selatan, Minggu 11 Februari 2018.
Rahmat mengatakan, materi khotbah itu dilakukan agar tempat ibadah baik masjid maupun gereja tidak digunakan sebagai panggung kampanye. "Jangan sampai ada kampanye-lah dalam khotbah," katanya.
Namun, Rahmat mengatakan rencana itu dibuat hanya bersifat seruan bukan wajib. Khusus untuk umat Islam, rencananya materi itu akan diserahkan kepada NU, MUI, dan Muhammadiyah untuk kemudian disebarkan ke masjid-masjid. "Silahkan mau dipakai atau tidak," katanya.
Adapun untuk agama lainnya, Anggota Bawaslu ini menjelaskan, bisa melalui selebaran yang berkaitan dengan pilkada dan dibagikan ke peserta misa.
M YUSUF MANURUNG | FRISKI RIANA