TEMPO.CO, Jakarta - Khofifah Indar Parawansa, 53 tahun, maju pilkada 2018 Jawa Timur 2018 setelah mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial di Kabinet Kerja Jokowi-JK. Pilgub Jawa Timur tahun ini adalah kali ketiga bagi Khofifah dalam memperebutkan kursi Jatim-1.
"Semoga pencalonan kami ini selalu dilindungi dan diberikan hidayah," kata Khofifah seusai mendaftarkan diri di KPU Jawa Timur, 10 Januari 2018. Di pilkada ketiga ini, dia berpasangan dengan Emil Dardak.
Baca juga: Khofifah Andalkan Pasangannya Rebut Suara Milenial di Pilkada
Khofifah dikenal sebagai aktivis Muslimat Nahdlatul Ulama. Dia lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Surabaya. Khofifah meraih gelar sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Surabaya pada 1989 dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Airlangga di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada 1991.
Sebelum memulai karirnya di bidang politik, ia berprofesi sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Taruna Surabaya dan Universitas Wijaya Putra. Pada usia 27 tahun, ia menjadi kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Khofifah terpilih kembali menjadi anggota legislatif pada Pemilu 1997. Namun, pada periode keduanya sebagai anggota DPR, ia hanya menjabat dua tahun karena saat itu terjadi peralihan pemerintahan Orde Baru ke Era reformasi.
Saat menjadi anggota dewan, ia kerap mengkritik pemerintahan Orde Baru. Salah satunya soal kecurangan yang terjadi pada Pemilu 1997. Di depan sidang, Khofifah pernah membawa pidato yang berbeda dari yang disiapkan dan menyampaikan kritik atas demokrasi yang dilakukan Orde Baru. Saat itu, Fraksi Utusan Golongan sempat terkejut kerena teks pidato yang mereka terima justru berisi pujian untuk pemerintahan Soeharto, berlawanan dengan yang dia sampaikan .
Pada 1999, Khofifah pindah ke partai bentukan Abdurahman Wahid, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada Pemilihan Legislatif 1999, ia kembali terpilih menjadi anggota dewan. Tidak lama bertugas, Presiden Abdurahman Wahid saat itu mengangkatnya menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Saat menjabat, ia mengganti istilah Departemen Peranan Wanita menjadi Departemen Pemberdayaan Perempuan. Menurut Khofifah, perempuan berarti 'empu' yang lebih dihormati dibandingkan istilah wanita yang bermakna 'wani ditata'.
Seiring jatuhnya Presiden Abdurahman Wahid, Khofifah tak lagi menjadi menteri dalam kabinet bentukan Presiden Megawati.
Baca juga: Ini Dia Artis Pendukung Khofifah-Emil di Pilkada Jawa Timur
Khofifah lalu aktif dalam organisasi bentukan NU yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan kemasyarakatan. Ia menjabat sebagai Ketua Umum PP Muslimat NU pada tahun 2000-2005. Kiprahnya dalam pemberdayaan masyarakat Surabaya membuat masyarakat mendorongnya dalam Pilgub Jawa Timur 2008, namun dia belum berhasil. Khofifah kembali menjadi calon gubernur Jawa Timur pada 2013, namun kembali gagal.
Saat pemilihan presiden 2014, Khofifah menjadi salah satu juru bicara politik untuk pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Setelah Jokowi berhasil menjadi presiden, ia diangkat menjadi Menteri Sosial. Rupanya dia masih memendam mimpinnya menjadi gubernur Jawa Timur. Pada pilkada serentak 2018, dia mencalonkan diri untuk maju, setelah sebelumnya mengundurkan diri dari posisi Menteri Sosial.