TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok massa memalang pintu masuk Kantor DPRD Jayawijaya, Papua pada Kamis, 8 Februari 2018. Warga merasa kecewa lantaran tidak dapat bertemu pimpinan DPRD untuk audiensi soal Pilkada Jayawijaya.
"Warga ingin bertanya pembentukan Pansus DPRD terkait polemik Pilkada Jayawijaya yang diduga penuh kecurangan," ujar bakal calon Wakil Bupati Jayawijaya Ronny Elopere dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 8 Februari 2018.
Aksi itu hanya berselang sehari setelah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jayawijaya menolak gugatan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Jayawijaya Bartol Paragaye-Ronny Elopere. Sebelumnya pasangan itu mengajukan gugatan ke Panitia Pengawas Pemilu karena Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jayawijaya menolak pencalonan mereka dalam Pilkada 2018.
Baca: KPU Jayawijaya Diminta Berkoordinasi Cegah Pelanggaran Pilkada
Pasangan Bartol-Ronny gagal dicalonkan akibat dualisme yang melanda partai pendukungnya, Partai Hanura. Selain itu, Bartol-Ronny mendapat dukungan dari Partai Gerindra.
Dalam Pilkada Jayawijaya, Partai Hanura ternyata mengeluarkan dua rekomendasi. Sedangkan yang diterima oleh KPU setempat ternyata untuk pasangan John R. Banua-Marthen Yogobi. "Pasangan Bartol-Ronny juga mengantongi rekomendasi dari Hanura," kata Ronny.
Ronny telah menempuh jalan panjang untuk mendapat surat rekomendasi tersebut. Ia sempat gagal mendapat surat rekomendasi dari Partai Hanura lantaran Ketua Umum Oesman Sapta Odang atau OSO tak kunjung menandatangani surat itu sementara Sekretaris Jenderal Sarifuddin Sudding hanya memberi paraf.
Setelah menunggu lama, Ronny mendapat pemberitahuan bahwa Hanura tidak jadi mendukung dirinya. Uang sebesar Rp 600 juta yang sudah ia setor ke Bendahara Umum Hanura Benny Prananto pun dikembalikan utuh.
Baca: Gara-gara Mahar Pilkada, Pemimpin Hanura Saling Pecat
Tak merasa putus asa, Ronny menemui OSO dan Sudding di gedung City Tower, Jakarta Pusat, pada 7 Januari 2018. OSO pun berjanji akan membuat surat rekomendasi baru.
Keesokan harinya, tepat hari dimulainya pendaftaran di KPUD, surat itu terbit. Hanya OSO yang membubuhkan tanda tangan sementara Sudding menolak karena partai itu pecah kubu. Ronny pun mencari Sudding untuk meminta tanda tangannya. Namun, ia justru diminta menyetor Rp 2,1 miliar oleh Tim Pemenangan Pilkada Herry Lontung, yang sekarang menjadi Sekjen Hanura. ”Saya hanya bisa bayar Rp 1,5 miliar, sisanya akan dilunasi setelah urusan pendaftaran di KPU beres,” kata Ronny.
Akhirnya surat tersebut terbit lengkap dengan tanda-tangan OSO serta paraf Sudding. Ketika hendak pulang, Ronny sempat ditipu oleh dua anak buahnya saat sedang berada di bandara. Tiket Batik Air miliknya dibawa kabur.
Tak hanya itu, Sudding menelpon Ronny dan menyampaikan bahwa tanda tangan di surat rekomendasi itu bukan milik dia. Ia mengaku tak memberi paraf atas surat rekomendasi baru. Sudding mengabarkan bahwa tanda tangannya di surat itu dipalsukan.
Benny Prananto tak menampik kabar menerima uang Ronny. Menurut dia, ia hanya menjalankan tugas partainya. Adapun Herry Lontung membantah pernah meminta Ronny menyetor Rp 2,1 miliar sebagai syarat rekomendasi. ”Enggak benar itu,” ujarnya.
Namun ia tak menepis kabar bahwa partai meminta sumbangan kader dan calon kepala daerah yang didukungnya ke kas partai. ”Sumbangan itu tak mengikat, sah-sah saja,” kata Herry.