TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengisahkan sindiran politik uang di pilkada yang diungkapkan Inayah Wahid. Putri Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menyinggung politik uang saat bermain teater di Taman Ismail Marzuki beberapa hari lalu.
"Saya masih ingat, ketika ulang tahun Ibu Megawati, itu anaknya Pak Gus Dur menyinggung soal politik uang," kata Prasetyo di ruang rapat Komisi III DPR, Rabu, 31 Januari 2018.
Baca juga: Jaksa Agung Sebut Politik Uang Sulit Dibuktikan
Ulang tahun ke-71 Megawati memang dirayakan dengan pergelaran teater kebangsaan di TIM pada 23 Januari 2018 lalu. Inayah Wahid terlibat dalam permainan teater tersebut.
Saat Tempo menghadiri pergelaran teater kebangsaan berjudul Satyam Eva Jayate tersebut, lakon yang disajikan memang penuh guyonan lucu berisi sindiran berbau politik. Pelawak Marwoto dan Inayah Wahid yang merupakan adik kandung Yenny Wahid turut melakoni teater itu.
Adegan sindiran politik uang yang diingat Prasetyo yang ikut hadir dalam acara itu adalah saat Marwoto bertanya kepada Inayah Wahid tentang kakaknya yang tidak jadi maju dalam pemilihan gubernur Jawa Timur 2018.
"Kamu ini bukannya adiknya Mbak Yenny Wahid, anaknya mantan presiden itu, ya?" kata Marwoto.
"Iya, tapi bukan anaknya mantan presiden. Aku ini anaknya presiden keempat Republik Indonesia," kata Yenny Wahid disambut tepuk tangan penonton yang hadir dalam acara itu.
"Tapi, mbak Yenny itu kakakmu yang enggak jadi nyalon di Jawa Timur, toh?" tanya Marwoto.
"Iya, soalnya budget-nya enggak cukup untuk nyagub. Cukupnya cuma untuk camat," kata Inayah Wahid disambut gelak tawa tamu undangan.
Baca juga: Bawaslu: Ada Potensi Politik Uang Berbentuk THR di Pilkada 2018
Menurut Prasetyo, sindiran dalam teater yang diungkapkan oleh Inayah Wahid tersebut merupakan bentuk politik uang yang harus dihindari. "Itu money politic dan harus kita hindari," kata Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan, praktik politik uang memang salah satu tindak pidana dalam pemilu yang sulit dibuktikan. Sebab, kata dia, politik uang kerap kali dilakukan dengan terorganisir dan tertutup.
"Sulit dibuktikan, karena dalam kasus politik uang seringkali mereka menutupi. Orang yang menerima tidak mengaku dan yang memberi juga tidak mengaku," kata Prasetyo.