TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Mochammad Afifudin, mengatakan ada potensi praktik politik uang dibalut dengan bentuk tunjangan hari raya (THR) saat pilkada 2018.
"Kami akan berikan perhatian khusus terhadap praktik kampanye terselubung yang dilakukan beriringan dengan ritual ibadah, entah THR atau zakat," katanya di kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018.
Baca juga: Jaksa Agung Bantah Bentuk Satgas Anti-Politik Uang Pilkada 2018
Afif mengatakan kampanye pilkada 2018 dilakukan saat bulan puasa. Sedangkan proses pemilihan akan berdekatan dengan Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah.
Terkait dengan hal itu, Bawaslu sudah menjadwalkan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia. Pertemuan tersebut bertujuan mencegah praktik-praktik koruptif berbentuk pembagian uang, yang dibalut dengan kegiatan atas nama agama.
"Kami ingin menjaga bulan puasa itu dari kampanye yang sifatnya negatif atau politik uang," ujar Afif.
Menurut Afif, modus pemberian THR rentan terjadi, baik sesudah maupun sebelum Idul Fitri. Jika sebelum Idul Fitri, kata dia, calon kepala daerah dapat menggunakan modus buka puasa bersama. Adapun jika sesudah, modus open house pun bisa digunakan.
Baca juga: Awas, Sebar Hoax Pilkada 2018, Akun Media Sosial Bakal Ditutup
Hingga saat ini, kata dia, Bawaslu masih merumuskan langkah untuk mencegah politik uang berkedok THR. Ia menuturkan Bawaslu tidak bermaksud menghalangi calon kepala daerah untuk beribadah. Namun pihaknya hanya meminta para calon tidak memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan praktik politik uang.
"Kami akan masifkan di pencegahannya agar hal-hal yang sifatnya membalut politik uang dengan ibadah dapat diantisipasi," ucapnya.