TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membatalkan penunjukan pelaksana tugas (plt) gubernur dari Polri. "Kami meminta Menteri Dalam Negeri tidak melanjutkan rencana menunjuk polisi sebagai penjabat gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara." Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menyampaikannya dalam keterangan tertulis, Rabu, 31 Januari 2018.
Undang-Undang Pilkada pasal 201 ayat 10 mengatur bahwa pengisian kekosongan jabatan gubernur adalah dengan mengangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur baru.
Baca:
Pro dan Kontra Jenderal Polisi Jadi Plt Gubernur
Perwira Jadi Plt Gubernur? Panglima TNI ...
Menurut Fadli, ketentuan ini secara jelas menyebutkan sekretaris jenderal kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga non-struktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.
Ketentuan itu, kata Fadli, sudah jelas. Jika Mendagri menunjuk selain jabatan yang disebut undang-undang, artinya tidak sesuai dan berpotensi melanggar UU Pilkada.
Baca juga:
Jendral Polisi Jadi Plt Gubernur, Tjahjo Kumolo ...
IPW: Ide Tjahjo Jadikan Pejabat Polri Plt ...
Pasal 28 Ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, ujar Fadli, juga tegas mengatur anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Oleh karena itu menunjuk anggota polisi aktif menjadi penjabat gubernur juga berpotensi melanggar UU Kepolisian.
Jika Menteri Tjahjo bersikeras melanjutkan usulannya, Perludem meminta Presiden untuk tidak menyetujui usulan itu.