TEMPO.CO, Jakarta -Rencana Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menunjuk perwira polisi menjadi pelaksana tugas (Plt) gubernur dinilai tak sejalan dengan hukum. Juga semakin membebani Presiden Jokowi.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan jika hukum diikuti, anggota Polri maupun TNI yang ingin menjadi pejabat publik di luar kepolisian maka harus melakukan dua hal.
“Mundur atau pensiun. Pertanyaannya, apakah itu akan dilakukan? Ternyata tidak. Artinya sebaiknya Pak Mendagri tidak menambah polemik tidak menambah beban bagi Pak Jokowi,” katanya di saat berkunjung ke Kantor Wakil Presiden, Selasa 30 Januari 2018.
Sebelumnya, Plt tersebut rencananya akan bertugas di Jawa Barat dan Sumatera Utara di mana gubernur di provinsi tersebut mengikuti pemilu kepala daerah serentak.
BACA: Jendral Polisi Jadi Plt Gubernur, Tjahjo Kumolo Akui Usulan Polri
Hidayat, yang juga menjabat Wakil Ketua MPR mengatakan kedua provinsi tersebut pun tak termasuk daerah rawan.
Dia bercerita, sebelumnya Hidayat menggelar rapat bersama Komisi I DPR RI dan Menteri Pertahanan, serta Panglima TNI. Dalam hal itu, membahas beberapa provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi saat pemilu.
“Jawa Barat tidak masuk, yang masuk daerah rawan kelas tinggi itu adalah Papua, Maluku dan Kalimantan Barat,” ujarnya.
Hidayat pun menggarisbawahi, jika rencana penunjukan tersebut berdasarkan alasan keamanan, hal itu bukan ranah Plt gubernur melainkan Kapolda.
“Jadi itu menurut saya memang sebaiknya pilkada jangan dibikin gaduh dengan wacana semacam ini. Seharusnya Mendagri menghadirkan usulan yang membuat masyarakat semakin nyaman berpilkada, semakin tahu di indonesia hukum ditegakkan dengan baik. Aturan ditegakkan dengan baik,” tuturnya.
BACA Usul Soal Plt Gubernur, Tjahjo Kumolo Siap Ditegur Jokowi
Dia menilai banyak pejabat yang bisa dijadikan Plt. oleh Mendagri. Hidayat mencontohkan Plt Gubernur DKI Jakarta pada 2017 yang merupakan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono.
“Tanpa Plt-nya dari polisi, malah dari Dirjen Otda, aman damai padahal siapa yang enggak tahu kondisi Jakarta [saat itu],” ucapnya.