TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kejaksaan memberikan rekomendasi kepada kejaksaan untuk menjaga netralitas jaksa dalam pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019. Komisioner Komisi Kejaksaan, Ferdinand T. Andi Lolo, mengatakan pihaknya telah melakukan pemantauan dan analisis mendalam soal potensi pelanggaran oleh jaksa pada tahun politik ini.
"Kami melihat posisi jaksa dan kejaksaan sangat krusial di tahun politik ini," ucap Andi di Komisi Kejaksaan, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat, 26 Januari 2016.
Baca juga: Maju Pilkada, Calon Ini Masih Utang di Bank dan Tak Punya Mobil
Menurut Andi, jaksa harus netral dan berusaha menjaga stabilitas daerah. Dia berujar, sebaiknya kejaksaan menahan diri untuk melakukan tindakan hukum terhadap calon kepala daerah.
Jika keduanya ditindak pada masa kampanye, menurut Andi, hal itu dapat memancing kampanye hitam yang membuat masyarakat tidak menilai secara obyektif. "Jika calon kepala daerah sedang tersandung masalah hukum, itu akan mengubah kontestasi politik, juga elektabilitas calon," tutur Andi.
Andi mengatakan proses hukumnya harus tetap berjalan. Namun kejaksaan perlu memilah agar tidak menimbulkan ketegangan dan konflik.
Baca juga: Bawaslu Maluku: Ratusan Ribu Pemilih Terancam Tak Ikut Pilkada
Intelijen dari kejaksaan, ucap dia, juga perlu proaktif dalam melakukan pengawasan. Andi mengatakan, jika terjadi penempatan di daerah tempat pilkada berlangsung, jaksa yang dipilih tidak boleh memiliki ikatan dengan salah satu calon. Ini dilakukan untuk menjaga netralitas.
"Kinerja kejaksaan perlu diawasi, agar tidak melanggar kode etik dalam pesta demokrasi ini," ujar Andi.