TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Ahmad Basarah mengatakan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) harus dilihat sebagai tantangan dalam menuju negara demokrasi. "Isu SARA menjadi tantangan, terutama bagi partai politik, bukan ancaman," ujarnya di kantor Megawati Institute, Menteng, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018.
Menurut Basarah, pilkada 2018 merupakan agenda negara. Jadi, kata dia, regulasi atau hukum rujukannya harus hukum negara, bukan agama atau suku. Sehingga, Basarah melanjutkan, undang-undang tentang pilkada tidak mengatur calon kepala daerah harus beragama ini atau bersuku itu.
Baca: Pilkada Serentak, PPATK Prediksi BPD Bisa Rugi Miliaran karena...
Basarah berujar kepala daerah tidak bisa ditentukan menggunakan regulasi lain selain hukum negara. "Patokannya ke hukum negara, jangan regulasi agama atau suku," katanya.
Selain itu, tutur Basarah, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah melarang untuk bertindak rasis terhadap ras, suku, dan etnis tertentu. Apalagi disengaja untuk mengembangkan politik identitas.
Pilkada, Basarah menambahkan, harus menjadi ajang konsolidasi bangsa dan partai menjalankan tugas untuk memberikan pemahaman dan pendidikan politik kepada masyarakat. "Pemahaman masyarakat terhadap politik itu akan menentukan jalannya demokrasi," ucapnya.
Simak: Ujaran Kebencian dan Isu SARA Ancam Pilkada 2018
Basarah berpendapat, saat partai sadar hukum dan politik, begitu juga dengan pasangan calon dan tim sukses hingga relawan, politik agama atau SARA tidak akan muncul. Dia berujar PDIP sering diserang dengan isu SARA.
Menurut Basarah, serangan tersebut akan berbahaya jika dibalas dengan kontra-massa atau isu SARA tandingan. "Serahkan saja ke penegak hukum, jangan dibalas dengan isu-isu juga," tuturnya.