TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pengawas Pemilu Jawa Barat telah menemukan sejumlah dugaan pelanggaran netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) ditemukan di sejumlah daerah di Jawa Barat. Salah satu yang tengah ditelusuri adalah temuan swafoto yang diduga diunggah oleh PNS dari Kota Tasikmalaya dengan latar belakang acara deklarasi salah satu bakal calon gubernur Jawa Barat.
Berkaitan dengan itu, Bawaslu sedang menunggu laporan panitia pengawas kabupaten dan kota untuk selanjutnya diteruskan pada Komisi ASN. “Komisi ASN mengatakan pada kita, hukumannnya tidak lagi ringan, tapi tengah dan ke atas," kata Ketua Bawaslu Jawa Barat Harminus Koto pada Kamis, 18 Januari 2018. Hukumannya bisa sampai pada penundaan kenaikan pangkat, penurunan gaji, penurunan pangkat, pencopotan dari strukturnya, dan yang tertinggi adalah pemberhentian secara tidak hormat.
Baca: Bawaslu Temukan PNS Jabar Tidak Netral, Kata Aher...
Apa yang disampaikan Harminus bisa menjadi pengingat bahwa PNS sebagai aparatur sipil negara harus menghindari terlibat dalam politik praktis menjelang pemilihan kepala daerah serentak 2018. Sejumlah peraturan di Indonesia telah secara tegas mengatur mengenai persoalan ini.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menerbitkan surat tentang Pelaksaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2018, Pemilihan Legislatif tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019. Dalam surat bernomor B/71/M.SM.00.00/2017, para pejabat Pembina Kepegawaian dan seluruh ASN dapat memperhatikan peraturan yang berkaitan dengan netralitas ASN dalam Pilkada.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, berdasarkan Pasal 2 huruf f, menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan managemen ASN adalah netralitas, yang berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Baca: Bawaslu akan Periksa Tudingan Mahar Gerindra, La Nyalla Absen
Ancaman terhadap ASN yang melanggar pun cukup tegas. Berdasarkan Pasal 87 ayat 4 huruf b, PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Sementara dalam pasal 119 dan pasal 123 ayat 3 disebutkan jika PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota. Sedangkan PNS yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut, dijatuhi sanksi hukuman disiplin.
Surat yang ditetapkan pada 27 Desember 2017 itu disebutkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil akan dijatuhkan hukuman disiplin tingkat sedang hingga berat. Sanksi adalah penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun. Kemudian penundaan pangkat selama 1 tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Sedangkan untuk disiplin tingkat berat dapat dijatuhkan sanksi berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun. Selain itu dapat dijatuhkan pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. Kemudian pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur pun telah menyampaikan imbauan kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian atau kepala daerah untuk mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif, untuk memberikan kesempatan pada PNS untuk melaksanakan hak pilih. "Diperlukan juga pengawasan kepada para bawahan sebelum, selama, maupun sesudah masa kampanye," kata dia.