TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengkhawatirkan masa kampanye pemilihan kepala daerah serentak atau pilkada 2018 yang akan berlangsung Ramadan. Dia takut unsur agama membalut kampanye calon peserta pilkada.
Rahmat mengatakan potensi adanya susupan kampanye pada kegiatan Ramadan, seperti ada salat tarawih bersama dan halalbihalal. "Ada zakat ini, zakat itu oleh para calon," ujarnya di Tjikini, Jakarta, Sabtu, 13 Januari 2018.
Baca juga: Dinasti Politik di Pilkada 2018, Bawaslu Perketat Pengawasan
Pilkada secara serentak bakal digelar di 171 daerah, 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Pilkada 2018 akan digelar di 392.226 tempat pemungutan suara (TPS). Dari ratusan ribu TPS itu, kepolisian membagi menjadi tiga kategori rawan.
Selain itu, Bagja mengatakan kemungkinan adanya kampanye dengan unsur isu agama dan SARA untuk saling merebut suara pemilih. "Ini salah satu tantangan Bawaslu masa kampanye saat bulan Ramadan," ujarnya.
Rahmat mengatakan ini bukan hanya menjadi ujian dan pekerjaan rumah bagi Bawaslu. Menurut dia, itu menjadi PR semua warga Indonesia.
Pelaksanaan pilkada yang berjarak dua pekan dari Idul Fitri, yaitu 27 Juni, ujar Rahmat, juga menaikkan biaya politik. Sebab, THR pasti akan mahal.
Menurut Bagja, hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya calon tunggal, yaitu ada di 13 daerah. "Mungkin sudah dihitung-hitung dari awal karena pilkada setelah Lebaran lebih baik tidak maju karena biaya akan mahal," ujar anggota Bawaslu tersebut.