TEMPO.CO, Bandung - Pengamat militer sekaligus pemerhati politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi, menganalisa ada simbol dan target terselubung dari pencalonan Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Tubagus Hasanudin dan Inspektur Jenderal (Polisi) Anton Charliyan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam pemilihan kepala daerah Jawa Barat.
"Saya kira targetnya tidak ingin menang-menang banget, targetnya ini soal konsolidasi internal. Itu yang saya tangkap,” kata Muradi saat dihubungi Tempo, Minggu, 7 Januari 2018. Menurutnya, nama Hasanuddin dan Anton sama sekali tidak masuk dalam 10 besar nama kandidat yang diperhitungkan dalam pemilihan gubernur Jawa Barat. “Kalau mau menang, butuh kerja keras,” kata dia.
Baca Juga: Ini Strategi TB Hasanuddin dan Anton Charliyan Menangkan Pilkada Jawa Barat
Karena itu, meski tidak menang pun, pengusungan pasangan ini, menurut Muradi, memiliki arti tersendiri. “Ini simbolik,” kata dia. Dengan menyandingkan pasangan berlatar belakang militer dan polisi, Muradi memastikan PDIP hendak membangun citra bahwa partai tersebut tidak anti terhadap calon berlatar belakang TNI. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, pada saat mengumumkan pasangan calon gubernur Jawa Barat ini memang secara khusus menegaskan bahwa partainya bukan ‘partai polisi’.
“Saya menangkapnya mereka ingin menegaskan bahwa PDIP tidak masalah dengan ‘Jenderal TNI'. Ini ditegaskan oleh Megawati bahwa mereka banyak mendukung calon gubernur berlatar belakang TNI sejak dulu. Dan ini ditegaskan sekarang di Jawa Barat,” kata Muradi.
Baca Juga: Kisah di Balik Pencalonan TB Hasanuddin dan Anton Charliyan
Selain itu, Muradi mengatakan, lewat pasangan ini, PDIP juga ingin menegaskan posisinya sebagai partai yang anti dengan kelompok radikal. Jawa Barat memang selama ini dikenal menjadi basis gerakan Islam radikal. Beberapa pondok pesantren di provinsi ini kerap disangka terkait aksi terorisme. "Memasang Tb Hasanuddin dan Anton adalah sinyalemen untuk menegaskan PDIP dalam posisi yang sama dengan TNI dan Polri yang anti kelompok radikal, pro UUD 1945, pro NKRI,” kata Muradi.
Tak hanya itu. Muradi mengatakan, penempatan kedua pasangan berlatar belakang TNI-Polri ini juga upaya PDIP untuk mengelola basis konstituen mereka di Jawa Barat dengan pendekatan teritorial. “Ini target utamanya, ini soal konslidasi internal,” kata dia. Pada pemilihan umum 2014 lalu, PDIP memperoleh 20 persen suara di Jawa Barat. “Saya memuji langkah ini tepat untuk menjaga basis suara. Bahkan mungkin nanti akan bertambah,” kata dia.
Pencalonan Hasanuddin dan Anton Charliyan, kata Muradi, adalah menyelamatkan suara partai tersebut pada Pemilu 2019. “Basis partai ini yang mereka mau jaga, sekaligus juga warning pada kelompok radikal, serta secara simbolik ingin mengatakan TNI dan Polri bisa bersama PDIP. Targetnya gak ingin menang, tapi ujung-ujungnya untuk menyelamatkan suara 2019,” kata dia.