TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkritik kebijakan partai politik yang mengusung perwira tinggi aktif dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada 2018.
Menurut Titi, pencalonan perwira aktif oleh partai politik melanggar asas netralitas. "Saya menyebut dalam hal ini dari sisi regulasi atau Undang-Undang Pemilu memang ada kelemahan, sedangkan untuk regulasi di TNI/Polri kan jelas diatur," katanya, di Jakarta, Jumat, 22 Desember 2017.
Baca: PPATK Akan Awasi Rekening Kandidat di Pilkada Serentak 2018
Titi berujar, meskipun perwira aktif itu langsung mengundurkan diri setelah mendaftarkan diri ke KPU, selama berstatus sebagai anggota kepolisian atau tentara, mereka dilarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik praktis. Apalagi sampai mencalonkan diri dalam pilkada.
"Seharusnya ke depan ada nota kesepahaman untuk menjelaskan netralitas dalam artian lebih konkret," ucap Titi. Pelaksanaan pilkada, menurut dia, selain menginduk pada Undang-Undang Pilkada, harus melihat pada Undang-Undang TNI/Polri jika melibatkan perwira aktifnya.
Simak: Pilkada 2018 Diprediksi Meningkatkan Daya Beli Masyarakat
Saat ini, sudah ada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Komandan Korps Brimob Polri Inspektur Jenderal Murad Ismail sebagai calon Gubernur Maluku.
Murad mengatakan sudah mantap mundur diri dari jabatannya. Dia akan menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian setelah mendaftar sebagai bakal calon peserta pilkada Maluku.
"Selama proses ini (pilkada), saya sudah memberi tahu Pak Kapolri. Saya akan mengajukan surat pengunduran diri saat pendaftaran nanti," tutur Murad di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 17 Desember 2017.
Lihat: Golkar dan PDI Perjuangan Akan Berkoalisi di Pilkada Jawa Barat
Perwira tinggi aktif lain yang disebut-sebut bakal ikut pilkada ialah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal Edy Rahmayadi dan mantan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Anton Charliyan. Edy berencana mengikuti pemilihan Gubernur Sumatera Utara.
Edy telah mengantongi tiket dari Partai Gerindra, Partai Hanura, PKS, dan PAN. Namun permohonan pensiun dini Edy belum dikabulkan Panglima TNI. Adapun Anton masih berupaya mencari dukungan untuk maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat.