TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Zainudin Amali mengatakan ada tiga potensi kerawanan dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2018 yang telah dipetakan oleh komisinya. Zainudin menguraikan, kerawanan tersebut harus dicegah, dikelola, dan ditangani dengan baik demi suksesnya penyelenggaraan pilkada tahun depan.
“Kerawanan yang menonjol dan kami sempat lama membahasnya yakni bagaimana mengatasi politik uang dalam pilkada, pileg, dan pilpres,” kata Zainudin di acara rilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pemilihan kepala daerah 2018 oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum di Hotel Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa, 28 November 2017.
Baca juga: Bawaslu Sebut 3 Daerah Ini Punya Kerawanan Tinggi di Pilkada 2018
Potensi kerawanan kedua yang disampaikan Zainudin yakni ihwal politik identitas. Hasil survei Bawaslu mencatat bahwa politik identitas menjadi salah satu faktor tingginya IKP. Bawaslu menemukan bahwa Kalimantan Barat menjadi provinsi dengan IKP tertinggi, yakni sebesar 3,04 persen, untuk faktor kerawanan pada dimensi kontestasi (politik identitas, SARA, dan politisasi birokrasi) ini.
Zainudin mengatakan, Komisi Pemerintahan DPR pun mencari formula demi mengurangi terjadinya politisasi identitas dalam pilkada 2018. Setelah pilkada DKI Jakarta 2017, kata Zainudin, bukan tidak mungkin politisasi identitas kembali marak digunakan dalam pilkada mendatang.
Adapun kerawanan yang ketiga, lanjut Zainudin, yaitu terkait dengan penggunaan media sosial untuk penyebaran konten negatif, fitnah, dan berita bohong demi pasangan calon yang didukung dan merendahkan pasangan calon yang lain. Zainudin berujar, Komisi Pemerintahan bersama Bawaslu telah mengatur pencegahan kerawanan ini dalam Peraturan Bawaslu.
“Kami bersama Bawaslu sudah mencantumkan dalam Perbawaslu, tetapi kalau masih muncul ekses-ekses dari tiga kerawanan itu, tentu secara dinamis akan kami evaluasi formula atau aturannya sehingga apa yang kita khawatirkan itu dapat diminimalisir,” ujar politikus Partai Golkar ini.
Zainudin mengingatkan, pelaksanaan pilkada 2018 akan berbeda dengan pilkada 2015 dan 2017. Dia berpendapat pilkada 2018 ibarat pemanasan bagi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang akan berlangsung setahun setelahnya. Zainudin mengatakan peta dukungan dan koalisi harus dicermati dengan baik oleh pemerintah bersama para penyelenggara pemilu.
“Kita lihat peta dukungan dan koalisi, bukan tidak mungkin akan terbawa imbasnya kalau tidak terurus dengan baik sampai ke 2019,” kata Zainudin soal Pilkada 2018.