TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Kajian Pusat Pembangunan dan Keuangan Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri Siti Aminah mengatakan terjadi peningkatan penganggaran untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018. Peningkatan terjadi setelah perubahan regulasi sumber pendanaan.
"Ada peningkatan pembiayaan pilkada sesudah perubahan regulasi pembiayaan dari APBD," kata Siti dalam acara diskusi publik Model Pembiayaan Pilkada yang Efisien dan Efektif di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, pada Selasa, 7 November 2017.
Baca juga: Panwaslu Bekasi Dapat Dana Pilkada Rp 7 Miliar dari Pemkot
Siti mencontohkan, total anggaran pilkada 2017 Kota Batu, Malang, Jawa Timur, meningkat 59 persen dari pilkada 2012. Pada 2012, total anggaran pilkada sebesar Rp 7,5 miliar. Angka ini meningkat menjadi Rp 12,7 miliar pada pilkada 2017.
Siti mengatakan peningkatan terutama terjadi untuk honorarium badan ad hoc penyelenggara pemilihan umum serta biaya tahapan persiapan dan pelaksanaan.
"Honorarium pilkada di Kota Batu meningkat 47 persen dari tahun 2012 ke tahun 2017. Sedangkan biaya tahapan persiapan dan pelaksanaan meningkat 65 persen," ucap Siti.
Adapun hal lain yang mengalami peningkatan anggaran, kata Siti, adalah pengadaan fasilitas kampanye, pengadaan dan distribusi logistik, serta sosialisasi dan bimbingan teknis.
Baca juga: DPR Minta KPU Mengevaluasi Lagi Anggaran Pilkada Serentak 2018
Siti mengatakan setidaknya ada lima faktor inefisiensi yang menyebabkan peningkatan pendanaan di pilkada. Kelima faktor ini kemudian menyumbang disparitas biaya pilkada antarprovinsi.
"Inefisiensi biaya disebabkan oleh banyaknya kelompok kerja (pokja), pokja tidak permanen, standar harga yang berbeda, biaya pengadaan alat peraga dan bahan kampanye yang tidak rasional, serta tidak sesuainya jumlah tempat pemungutan suara dibandingkan dengan jumlah pemilih," tutur Siti.