TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti menyebutkan pihaknya telah menemukan 689 kasus terkait dengan penyelenggaraan pemilu kepala daerah serentak sejak awal dimulainya tahapan kampanye pada 27 Agustus 2015.
"Sudah terjadi 689 kasus terkait dengan pilkada. Jenis kasus yang sering terjadi adalah pelaksanaan kampanye di luar jadwal, kerusakan alat peraga kampanye, dan unjuk rasa," kata Badrodin dalam acara "Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2015" di Ecopark, Ancol, Kamis, 12 November 2015.
Badrodin juga memberikan tanda daerah-daerah yang patut diwaspadai rawan konflik. Di antaranya Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Papua. Menurut Badrodin, daerah-daerah tersebut memiliki sejarah konflik sengketa pemilu pada periode sebelumnya sehingga patut diwaspadai jika peristiwa yang sama akan terulang.
Selain itu, pecahnya kubu partai mempengaruhi terjadinya konflik di daerah-daerah tempat diselenggarakannya pilkada. Dualisme partai, seperti Partai Golkar dan PPP, menurut Badrodin, tak hanya terjadi di tingkat pusat, tapi juga merembet ke tingkat daerah, yakni di Provinsi Riau, Kabupaten Gorontalo, dan Kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatera Utara). Hal itu juga ditakutkan akan memicu konflik internal di tubuh partai saat penyelenggaraan pilkada.
Karena itu, Badrodin meminta para penyelenggara pilkada dan peserta pilkada dapat menjaga pilkada berjalan secara kondusif sehingga dapat tercipta rasa aman bagi para penyelenggara, peserta, ataupun simpatisan pendukung pilkada. "Dengan terjaminnya rasa aman, masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara demokratis," ujarnya.
Karena pilkada serentak baru akan diselenggarakan untuk pertama kalinya pada Desember nanti, ia juga menekankan soal tugas Polri mengamankan pemilu sehingga kemungkinan besar sengketa pemilu dapat diminimalkan.
DESTRIANITA K